Rabu, 09 Juli 2008

Kapan Terakhir Anda Pergi ke Kuburan

*Kapan Terakhir Anda Pergi ke Kuburan ?
*By MTA – Made Teddy Artiana-
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/

*"Aku tidak mau menghantar mu, aku hanya mau menjemput mu.
Kalau ngantar, aku pasti pulang sendirian, tetapi kalau jemput, kita pulang
berdua.
Makanya kalau diminta memilih, aku lebih baik jemput daripada ngantar.
Aku nggak mau ditinggal sendirian".
*

Petikan diatas bukan sebuah puisi cinta ABG ataupun syair lagu selingkuh
'sontoloyo' yang latah dijadikan jimat penglaris artis sekarang.
Kalimat-kalimat ini yang kami dengar di rumah duka dan juga di pemakaman
suaminya. Suara itu terdengar berulang di bibir wanita muda itu. Bertiga
mereka, ibu dan dua anaknya saling berangkulan. Tubuh-tubuh mereka bergetar
lemah, lelah dihajar kesedihan dan putus asa. Tidak ada lagi tangis yang
membahana laksana guruh disiang bolong, yang ada hanya tangisan dalam yang
pilu menyayat hati. Tidak ada lagi air mata yang bisa ditumpahkan oleh
mata-mata yang bengkak karena meratap itu. Mereka menatap hampa ke arah
liang lahat, menyaksikan orang yang sangat mereka cintai, perlahan
diturunkan kedalam tanah merah. Seseorang tempat mereka berbagi canda, tawa
dan duka, kini dimasukkan ke dalam perut bumi, lewat tali-tali tambang.
Pemandangan yang membuat semua yang memiliki hati dan darah, meneteskan air
mata. Mereka yang hadir, baik yang telah beruban atau berambut hitam tampak
tertegun.

Dia, seorang manager berusia belia dari sebuah perusahaan penerbangan
terkemuka, baru saja dipanggil menghadap ilahi. Kepergiannya yang begitu
mendadak menyisakan duka yang dalam bagi istri dan anak-anaknya yang masih
kecil. Tidak hanya itu saja, perusahaan tempat ia bekerja juga kehilangan
manager unggulan yang baru saja akan dipromosikan. Begitu juga dengan kami
saudara dan sahabat-sahabat nya pun seolah tidak percaya dengan apa yang
kami lihat. Begitu muda, demikian cepat dan sangat tak terduga.

Demikianlah kematian, satu-satunya bagian dari episode kehidupan yang harus
dilalui oleh setiap mahluk yang berlabel 'hidup'. Hidup tak lengkap tanpa
nya. Kadang dia datang merangkak perlahan, namun tak jarang menyergap
tiba-tiba. Tetapi walaupun pasti, hanya sedikit dari kita yang ingat akan
bab yang satu itu. Cukup mengherankan. Apakah itu satu-satunya bab yang
tidak ingin kita bahas dari keseluruhan buku kehidupan ini. Pada bab pertama
mungkin tertulis tentang kelahiran. Bab kedua dan ketiga tentang masa kecil.
Bab ketujuh tentang pernikahan. Bab kesembilan tentang perselingkuhan yang
memuakkan. Selanjutnya tentang ambisi atau tambah istri. Bab kesebelas
tentang entrepreneurship, lalu tentang tips mendatangkan uang dan
kesuksesan. Tetapi bab terakhir, bertuliskan 'kematian', jarang dilirik.
Kurang peminat. Mungkin karena bab pertama hingga bab kesekian selalu
berbicara tentang 'aku' meskipun kadang diselubungi hal-hal yang tampak
mulia, tetapi bab terakhir –bab penutup- berbicara tegas penuh otoritas
tentang 'DIA', produser sekaligus sutradara hidup ini.

Begitu banyak mailing list tentang kesuksesan dan entrepreneur, tetapi
milist tentang 'kematian', memang bukan ide yang akan mendatangkan uang bagi
kita. Belum pernah ada seminar tentang "Seberapa Siap Anda Untuk Meninggal
Dunia ?" diproklamirkan oleh sebuah event organizer. Pernahkah Anda temui
seminar tentang "Apa Yang Telah Anda Berikan Sebelum Anda Dipanggil Sang
Khalik?" penuh sesak disemuti orang-orang berdasi. Kalaupun ada, mungkin
hanya kaum sufi dan mereka yang sengaja memencilkan diri di hutan dan
gunung, berminat akan seminar gila itu.

Pernah seorang sahabat memberikan nasehat aneh sebagai berikut. Jika suatu
saat jabatan Anda direncanakan naik lebih tinggi, atau perusahaan Anda
sedang berkembang sangat pesat, atau ada wanita cantik milik orang lain yang
menggoda, pergilah ke kuburan. Ia menyarankan kita duduk berlama-lama di
sebuah makam yang tidak kita kenal, bahkan jika Anda punya cukup nyali,
tidur beberapa menit diantara makam yang berbaris rapi. Sebuah nasehat yang
kurang waras tentunya. Tetapi ada sebuah logika yang cukup kuat didalamnya.
Maksudnya begini, 'ziarah' seringkali sangat ampuh membuat kita akan segera
ingat tentang mereka yang ada dulu pernah ada di puncak, bahwa mereka itu
semua berakhir sebagai tulang belulang diperut bumi. Ziarah serta merta akan
efektif membuat Anda ingat akan 'bab terakhir'. Pernah ada sebuah kalimat
dari seorang bijak berkata demikian, "Beritahulah aku umurku, supaya aku
tahu betapa fananya aku". Rupanya memang kita ini para manusia yang hebat,
brilian, gagah, tampan, cantik, sexy, sekaligus pelupa ini harus
sering-sering diingatkan akan bab terakhir hidup kita. Bab yang mengajarkan
kita tentang siapa Pemilik Sejati dari segalanya. Bab yang mengajarkan
bagaimana meninggalkan tinta emas pada perjalanan kita yang sebentar dimuka
bumi ini. Lampiran-lampiran terakhir yang memberikan peta yang jelas tentang
jalan pulang ke rumah. Bagian yang sering kali kita lupakan. Mungkin dengan
demikian jiwa kita akan selalu dipenuhi dengan kerendahan hati, kasih dan
syukur.

Jika demikian sepertinya frekuensi nonton bola bareng, kongkow-kongkow
dicafé atau pergi ke dugem, harus sedikit dikurangi. Mengapa ? Karena
tempat-tempat diatas seringkali membuat kita lupa akan bab terakhir.
Penggantinya adalah 'wisata lubang kubur' atau mungkin sekedar berperan
serta sebagai penghantar dalam sebuah upacara pemakaman. Kegiatan ini cukup
efektif untuk mengingatkan kita bahwa tidak ada skenario 'aku ingin hidup
seribu tahun lagi' dalam hidup ini. Apalagi cepat atau lambat, siap atau
tidak siap, kita bukan lagi sebagai pengantar, tetapi merekalah yang
mengantarkan Anda dan saya ke sana. Percayalah itu pasti terjadi.
Persoalannya, jika itu terjadi satu jam dari sekarang, apakah kita sudah
siap ? Jawaban atas pertanyaan itu tentu melibatkan banyak hal. Seberapa
indah jejak kita. Seberapa besar manfaat yang kita tinggalkan. Seberapa
banyak jalan bengkok yang telah kita luruskan....dan seterusnya dan
seterusnya.

Jika tulisan-tulisan ini lebih tampak sebagai sesuatu yang 'menakut-nakuti'
atau sesuatu yang melemahkan semangat Anda, saya pribadi mohon maaf. Karena
saya pribadipun -kalau mau jujur- takut juga. Tetapi bukankah seharusnya bab
terakhir itulah, yang membuat kita lebih termotivasi lagi, untuk
meninggalkan tinta emas pada jejak langkah kita. *Wallahualam bishawab*.








0 komentar:

Posting Komentar

dimohon isi komentar anda, Syukur ada yang mau ngasih kritik yang membangun, untuk membangun silaturahmi