Jumat, 27 Juni 2008

Dual Core vs Core Duo

sekarang ini, banyak orang dipusingkan dengan prosesor intel berinti 2. Berikut akan saja jelaskan perbedaannya :

Menurut sejarahnya, intel pertama kali mengeluarkan prosesor berinti 2 pada bulan May 2005, yang ia beri nama Pentium D. Pentium D ini adalah lanjutan dari Pentium 4. Arsitektur prosesor ini menggunakan NetBurst microarchitecture. Clock speed prosesor ini berkisar antara 2,6 hingga 3,6 Ghz dengan bus sebesar 800Mhz. Code namenya adalah Smithfield (generasi 1 dengan 90nm) dan Presler(generasi 2 dengan 65nm). List jenis Pentium D ini bisa dilihat di sini. Kelemahan prosesor ini adalah setiap inti berdiri sendiri dengan cache nya masing-masing, sehingga antara inti satu dengan inti yang lain tidak bisa bekerja sama. Selain itu prosesor ini di klaim user sebagai seri pentium yang paling boros listrik. (100watt untuk prosesor saja)
.
Selain itu diwaktu yang berdekatan itu, intel juga mengeluarkan intel Pentium Extreme Edition, yang sebenarnya masih berbasis dari Pentium D, yang diperbesar kemampuannya. Memiliki bus 800Mhz dan 1066Mhz (yang saat itu merupakan bus paling besar dikelasnya). List prosesor ini dapat dilihat di sini. Prosesor ini dijual dengan harga $999 pada masanya dan tidak banyak di produksi. (merupakan prosesor yang langka.. sangat sulit mencarinya saat ini).

Pada Januari 2006, intel mengeluarkan Intel Core microprosesor (T 2xxx) yang memiliki codename Yonah, yang ditujukan untuk laptop (mobile prosesor). Intel core menggunakan arsitektur gabungan dari NetBurst microarchitecture dan core microarchitecture. Intel core terbagi 2 yakni Core Solo dan Core Duo, yang dimana perbedaan keduanya hanya pada banyak corenya saja. Intel core series dibuat dengan arsitektur 65nm, bus antara 533 atau 667 Mhz, danL2 cache share sebesar 2MB untuk kedua core. Kemampuan lainnya adalah kemampuan untuk mematikan salah satu core jika tidak diperlukan, sehingga listrik yang diperlukan semakin sedikit. List prosesor ini bisa dilihat di sini.

Kemudian pada Juli 2006, intel meluncurkan Intel core 2 prosesor yang memakai Intel Core microarchitecture . Sama seperti intel core, intel core 2 ini juga terbagi 2 yakni core 2 solo dan core 2 duo, yang masing-masing memiliki versi untuk desktop computer (E-series) dan mobile computer (T-series[T5xxx atau T7xxx]). Perbedaan Intel Core dengan Intel Core 2 adalah intel core 2 memiliki 64-bit processor (supporting Intel 64) , jumlah L2 cache yang lebih besar, serta bus yang lebih tinggi.

Untuk Desktop, intel core2 ini memiliki 2 codename yaitu Allendale (for lower-end) dan Conroe (for high-end).
Allendale memiliki kode prosesor E6300 (1.86 GHz) dan E6400 ( 2.13 GHz), dan keduanya memiliki 2MB L2 cache dengan FSB 800Mhz. Pada januari 2007, intel meluncurkan lanjutan Core2Duo Alledale dengan seri E4xxx. Prosesor ini memiliki bus 800Mhz dengan L2 cache sebesar 2MB)
Sedangkan conroe (E6×00) memiliki FSB 1066Mhz dengan L2 cache sebesar 4MB. Pada april 2007, diluncurkan seri conroe yang baru yakni E6320 dan E6420 (conroe yang memiliki clock lebih kecil 1,8Ghz dan 2,13Ghz). 3 bulan kemudian, intel meluncurkan lagi tambahan list conroe, yakni E6×50 yang memiliki FSB 1333Mhz dengan L2 cache 4MB.
Selain itu ada juga ConroeXE (Core2Extreme), yang merupakan kelas premium dari Core2Duo (yang harganya $999) dengan clock speed 2,93Mhz (tertinggi diserinya), L2Cache 4MB dan Bus sebesar 1066Mhz.



Untuk Core2Duo mobile, terdapat beberapa generasi.
Generasi pertama memiliki code name Merom. Ditandai dengan seri prosesor T5×00 yang memiliki L2Cache 2MB, bus antara 533 atau 667Mhz; atau T7×00 yang memiliki L2Cache 4MB dan bus sebesar 667Mhz.
Generasi kedua memiliki codename Merom 2M (T7×50) yang diluncurkan pada awal 2007 dan memiliki L2 cache sebesar 2MB dengan FSB sebesar 667MHz (kecuali T5470 yang berFSB 800Mhz)
Generasi ketiga memiliki codename SantaRosa (T7×00) yang diluncurkan pada May 2007, dengan ciri-ciri memiliki FSB sebesar 800Mhz.
list Core2Duo prosesor dapat dilihat disini



Pentium Dual Core. Pada tahun 2007, intel kembali menggunakan nama "pentium" untuk membangkitkan pasar yang lemah. Pentium Dual core dibagi 2, untuk notebook dan untuk desktop. Pentium dualcore untuk notebook sebenarnya adalah Intel Core Duo (Yonah) yang dipotong L2 cachenya manjadi 1MB dan memakai FSB 533MHz. (cek list here). Sedangkan pentium dualcore untuk Desktop adalah Allendale yang dipotong L2 cachenya menjadi 1MB dan hanya memakai FSB 800MHz (serinya E2xxx).
Kesimpulannya Pentium Dualcore hanya produk lama yang dikurangi performanya untuk menurunkan harga jual
diambil dari: http://firefar.wordpress.com/2007/11/04/dual-core-vs-core-duo/

Kamis, 26 Juni 2008

Tujuh Prinsip Berkomunikasi (Ini Menentukan Hidup Anda)

Berdasarkan materi dari: e-NotAlone.

Hidup Anda, sepenuhnya adalah komunikasi.

Jika Anda membuka mulut, dan orang lain mendengarkan, maka Anda telah berkomunikasi.

Jika Anda membuka mulut dan Anda menguap, maka Anda telah berkomunikasi. Untuk yang ini, kita bisa menyebutnya "Dragon Communication", he...he...he... becanda.

Jika Anda melakukan afirmasi kepada diri sendiri, misalnya "Saya bisa!", maka Anda telah berkomunikasi. Hal yang sama juga terjadi saat Anda mengkomunikasikan "Aku sih nggak mampu" ke dalam jiwa Anda. Anda berkomunikasi dengan diri Anda sendiri.

Jika Anda sakit gigi dan Anda merasakannya, maka syaraf Anda telah berkomunikasi dengan otak Anda. Otak Anda, kemudian mengkomunikasikannya kembali ke syaraf Anda. Dan mungkin, otak Anda juga mengkomunikasikannya ke mulut Anda, lalu mulut Anda mengkomunikasikan sesuatu ke dunia luar. "Aduuuuhhh.....aduuuuuuhh.....shhh...aduuuuhhh."

Hidup Anda adalah komunikasi, ke dalam dan ke luar diri Anda.

Jadi, hidup Anda memang komunikasi. Hidup itu sendiri adalah komunikasi. Seluruh perkataan, perbuatan, pikiran dan perasaan Anda, adalah perangkat berkomunikasi.

Itu sebabnya, apa yang termasuk paling penting di dalam hidup Anda, adalah kemampuan berkomunikasi yang makin baik dan lebih baik. Stephen Covey di dalam Seven Habits menyebutkan, "Communication is the most important skill in life."

Berikut ini adalah tujuh prinsip dasar dari komunikasi.

PRINSIP #1: KOMUNIKASI SELALU TERJADI

Selalu, kapanpun, di manapun, dengan siapapun, apapun, bagaimanapun, Anda pasti berkomunikasi. Sengaja atau tidak, Anda pasti berkomunikasi. Apakah Anda bertanya, meminta, memanipulasi, menggunakan kekuasaan atau kekuatan, atau bahkan mendemonstrasikan "silent treatment", Anda telah berkomunikasi. Bahkan, if You says nothing You says everything. If You says nothing, everybody else knows that You says anything.

Anda, memang tidak mungkin tidak berkomunikasi.

PRINSIP #2: KOMUNIKASI ITU KREATIF

Komunikasi itu mengkreasi. Setiap tindakan Anda, baik itu Anda sadari atau tidak Anda sadari, adalah tindakan berkomunikasi yang pasti menciptakan result. Apapun yang Anda lakukan, secara sadar atau secara tidak sadar, pasti mengkomunikasikan sesuatu, dan kemudian menghasilkan sesuatu.

Anda melotot, orang marah atau takut.
Anda tersenyum, orang akan membalasnya.
Anda diam, orang akan diam atau bertanya-tanya.
Anda memberi perintah, orang akan ikut.
Anda menolak, orang mungkin kecewa.

Layar televisi Anda tidak akan menampilkan apa-apa, kecuali Anda menyentuh tombolnya. Layar kehidupan Anda tidak akan menampilkan apa yang bisa Anda nikmati, kecuali Anda tahu mana tombolnya dan bagaimana ia berfungsi.

PRINSIP #3: ANDA DIBERI KEKUATAN UNTUK MEMILIH

Ciri utama manusia adalah akal. Karakter dasar akal adalah "terikat". Ya, ketahuilah bahwa arti kata "akal" adalah "terikat". Sesuai definisi itu, ketahuilah juga bahwa sesungguhnya akal Anda sebenarnya sempit, sebab ia secara mutlak terikat.

Terikat oleh apa? Terikat oleh "pilihan". Itulah fungsi dasar dari akal Anda. Maka, fungsi akal Anda adalah untuk "memilih". Kekuatan Anda ada pada akal, yaitu pada kemampuan Anda untuk mengelola keterbatasan dengan memilih.

Itu sebabnya, jika Anda merasa tidak bisa memilih, Anda akan merasa "hilang akal".

Jika Anda melihat suatu fenomena, dan kemudian ia berada di luar "koleksi penjelasan" yang dipunyai akal Anda, sehingga Anda tidak punya sebuah penjelasan untuk dipilih, atau dengan kata lain Anda merasa tidak mendapat penjelasan yang bisa diterima akal Anda, Anda akan mengatakan, "Bah...! Itu sih nggak masuk di akal!"

Dengan akal Anda, Anda bisa memilih berbagai cara untuk berkomunikasi. Sebab, komunikasi memang bukan tentang APA melainkan tentang BAGAIMANA.

"Pak... silahkan duduk di sini" atau
"Pak...! Silahkan du...duk! Di sini..!"

Anda bisa memilih untuk mengatakan "ho'oh", atau Anda juga bisa memilih untuk mengatakan "ya" saja. Berkomunikasi adalah tentang memilih cara.

Dengan memilih cara, Anda menentukan hasil akhirnya.

PRINSIP #4: KOMUNIKASI MENENTUKAN HIDUP ANDA

Jika Anda tidak menyukai berbagai hasil yang Anda alami di dalam hidup, Anda bisa memilih untuk menggunakan cara berbeda dalam berkomunikasi.

Hidup itu sendiri tidak berubah. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya, adalah dengan mengubah cara kita berkomunikasi "tentang" dan "di dalam" kehidupan.

Apapun pelatihan, seminar, atau workshop yang Anda ikuti, semuanya adalah tentang berkomunikasi. Ada yang "keluar" dan ada yang "ke dalam".

Berapa banyak bisnis Anda gol, dan itu disebabkan oleh berbagai hal yang justru tidak Anda pelajari di bangku kuliah? Tanyalah kepada mereka yang telah berhasil di dalam hidup, karir, profesi, atau bisnisnya. Mereka akan menjawab sama. Kuncinya, ada pada komunikasi.

Komunikasi, diterjemahkan ke dalam bahasa apapun yang telah Anda geluti selama ini:

Manajemen
Marketing
Bisnis
Entrepreneurship
Kepemimpinan
Networking
Motivasi
Pendidikan
Ilmu dan pengetahuan
Prinsip-prinsip dan keyakinan hidup
Cita-cita, target, sasaran, impian, harapan

Anda sebut saja lainnya.

Sekolah itu sangat penting. Namun sekolah bukan jaminan kesuksesan Anda. Sebab sekolah adalah tentang metode sistematis untuk memperluas wawasan Anda. Bersekolah adalah berupaya mengembangkan kemampuan berkomunikasi Anda, sehingga Anda akan menikmati keluasan dalam memilih cara berkomunikasi.

Dengan keluasan (baca:kekayaan) itu, Anda akan punya banyak pilihan. Sekolah adalah tentang mengkomunikasikan apa yang ada di layar monitor panca indera Anda, kemudian men-savenya ke harddisk di kepala dan dada Anda.

Saat Anda bekerja dan harus menuangkan kembali semua itu ke dalam dunia nyata, templatenya adalah metode komunikasi. Medianya adalah komunikasi. Sekolah saja tidak membuat Anda sukses, mengkomunikasikan hasil sekolah Andalah yang membuat Anda sukses. Bahkan jika Anda tidak sempat sekolah, Anda tetap bisa sukses jika Anda efektif berkomunikasi.

Apa yang terpenting dari berkomunikasi adalah yang satu ini.

Ketahuilah bahwa segala proses Anda akan berjalan begini: Komunikasi, hasil. Komunikasi, hasil. Komunikasi, hasil. Begitulah seterusnya. Pahamilah bahwa rantai proses itu adalah sebuah situasi, di mana Anda sangat memerlukan daya tahan dalam menjalaninya.

Maka jika Anda berkomunikasi dengan benar, maka Anda telah membangun stamina dengan benar. Dan inilah bekal stamina Anda di dalam hidup:

- Bersyukur jika sukses;
- Bersabar jika belum sukses.

Anda hanya boleh mengkomunikasikan kedua sikap itu ke dalam diri Anda. Anda tidak akan berhasil jika mengganti rasa syukur dengan "tidak bersyukur", "foya-foya", "lupa diri", "kebablasan". Anda juga tidak akan berhasil jika mengganti kesabaran dengan "marah", "tidak terima", "balas dendam", atau "menyerah".

Hidup Anda, tergantung apa yang Anda pilih untuk dikomunikasikan ke dalam diri Anda, dan keluar diri Anda.

PRINSIP #5: NOTHING IS PERSONAL TO YOU

Komunikasi bukanlah tentang Anda.

Bukan tentang kesalnya Anda di dalam antrian yang panjang. Bukan juga tentang ketidaknyamanan Anda, karena ketidaksenangan pelanggan. Bukan juga tentang sakit Anda dalam merasakan panasnya temperamen kolega Anda .

Komunikasi adalah mekanisme progres dari berbagai hasil. Dengan berkomunikasi, dengan segala pilihan cara, Anda akan menuai hasil. Komunikasi, hasil. Komunikasi, hasil. Begitu seterusnya. Anda sendirilah yang menentukan arah dari hasil itu. Result, result, result...

Contoh yang paling mudah untuk dipahami, adalah saat Anda melakukan prospecting dan follow up untuk prospek dan klien Anda. Itu adalah bentuk nyata dari komunikasi yang progresif. Itu bukan tentang Anda. Itu tentang produk Anda dan kepuasan pelanggan Anda. Bagaimana Anda mengkomunikasikannya, itulah yang menentukan hasil akhir Anda. Bukan Anda-nya.

Anda hanyalah terminal transit untuk lalu lintas berbagai value dan benefits.

PRINSIP #6: DAHULUKAN MENDENGAR

Semakin Anda mendengar, semakin efektif komunikasi Anda. Semakin baik hasil Anda.

Cukup sulit untuk dapat menikmati proses mendengar, karena kadang itu menyakitkan. Namun demikian, ada baiknya Anda menjadikan proses mendengar sebagai sesuatu yang menarik, menyenangkan (seperti mendengar gosip yang Anda pasti suka), dan menjadikannya alat yang lebih positif dan powerful untuk kesuksesan Anda.

Misalnya dalam iklan dan pemasaran. Iklan yang berhasil, adalah iklan yang mendengar apa yang dikomunikasikan pasar. Pengusaha yang berhasil adalah pengusaha yang mendengar apa yang dikomunikasikan target pasar.

Saya posting sesuatu ke milis, dan melekatkan iklan di dalamnya. Hasilnya? Ada yang nge-banned Saya. Ada yang marahin Saya. Ada yang menerima begitu saja. Ada yang dengan bijak meminta untuk tidak melekatkan iklan lagi. Saya merubahnya dengan mencopot iklan kecuali untuk milis yang Saya moderatori sendiri. Hasilnya? Saya diterima lagi, dan diperbolehkan mengirim posting lanjutan. Apalagi, jika Anda memang membaca tips ini. Itu artinya, Insya Allah Saya mulai bisa mendengar, dan kemudian: Anda-lah yang mendengarkan Saya.

Artikel ini bukan iklan, dan mungkin bermanfaat bagi Anda agar bisa mendengar lebih baik lagi:

Mendengar Lebih Baik.

PRINSIP #7: WHEN ALL ELSE FAILS, TELL THE TRUTH

Satu-satunya hal yang bersifat "personal" dalam berkomunikasi adalah "truth". Tak seperti film X-Files, "The truth is NOT out there." It resides in Your souls. Ia ada di dalam pengalaman pribadi, dan dalam persepsi pribadi. Kebenaran itu telah ada di dalam diri Anda. Galilah dan temukanlah.

Temukanlah kebenaran dengan menggali lebih dalam pengalaman Anda. Temukanlah kebenaran dengan memperbaiki persepsi Anda, dan kemudian galilah persepsi yang benar.

Menceritakan kebenaran dapat menciptakan hasil yang baik untuk Anda. Sering pula, Ia menjadi gagang pintu yang bisa Anda putar untuk membukanya, dan masuk ke dalam ruang yang Anda inginkan.

Galilah dan temukanlah! Lakukanlah dengan cara komunikasi yang benar. Nanti, Anda akan menemukan bahwa kebenaran yang tadinya personal, ternyata adalah kebenaran yang universal. Why? Karena kita adalah keturunan dari satu manusia yang sama!

KESIMPULAN

Anda tidak bisa tidak berkomunikasi. Anda pasti berkomunikasi. Komunikasi Anda akan menciptakan hasil. Dalam berkomunikasi, ada pilihan cara. Hasil Anda ditentukan oleh pilihan cara dalam berkomunikasi.

Anda akan mengkreasi hasil, jika berhasil memilih cara untuk mengkreasinya.

Ikhwan Sopa
Trainer E.D.A.N







Leadership Vs Leadersick

Pemimpin yang efektif dibutuhkan dalam suatu organisasi. Namun, kenyataan masih banyak pemimpin organisasi di Indonesia yang tidak memiliki jiwa Leadership atau kepemimpinan yang menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah organisasi bekerja mewujudkan visi dan misinya. Namun, untuk menjadi pemimpin yang memiliki wawasan leadership tidak gampang.

Pemimpin harus memiliki sikap yang jadi bagian dari kepemimpinan seperti mampu mengelola aksi, informasi dan komunikasi secara efektif. Tetapi belum tentu orang yang memegang tampuk pimpinan atau posisi paling atas dapat dikatakan sebagai pemimpin.

Yang terjadi justru sebaliknya dan ini malah bertentangan dengan nilai-nilai leadership. Ada semacam 'penyakit' umum yang menjangkiti diri pimpinan.

Sama seperti jargon umum yang mengatakan power tends to corrupt, sikap-sikap pemimpin bisa saja melenceng ke arah arogansi, otoriter, tidak bisa menerima kritik, superior, tidak bisa mengelola perbedaan dan konflik, bermental bos atau priyayi, tidak bisa bekerjasama, single fighter, dan tidak akomodatif.

Sikap-sikap negatif di atas itu biasa disebut leadersick sebab justru bertentangan dengan nilai-nilai dalam leadership.

Terminologi leadersick bukan istilah yang umum digunakan. Istilah ini semata-mata merupakan gabungan dari kata leader yang artinya pemimpin dan sick yang artinya sakit. Bila digabung bisa diartikan 'pemimpin yang sakit' yang tidak bersikap selayaknya seorang pemimpin.

Kecenderungan leadersick banyak dijumpai di berbagai organisasi atau instansi swasta, terlebih instansi pemerintah.

Jika kita membicarakan instansi pemerintah maka sama artinya kita membicarakan aparatur yang seringkali dikeluhkan tidak becus bekerja, ketidakbecusan itu bahkan terekam dalam update survey November 2004 dari Japan Bank for International Cooperation.

Tak ada salahnya jika kemudian kita mencontoh Amerika Serikat yang sampai repot-repot mengeluarkan Creating a Government That Works Better & Costs Less pada 2001 yang oleh Presiden George W. Bush dimaksudkan untuk menangkap pasar.
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi, di dalam organisasi di Indonesia seringkali ditemukan fenomena kepemimpinan dan manajemen yang terkesan alami dan bersifat tumpang tindih.

"Salah satunya diakibatkan oleh kurang dipahami dan dikuasainya adanya perbedaan antara manager dan leader," ujarnya dalam sambutan tertulis pada Bincang-bincang setengah hari leadership vs leadersick yang diselenggarakan oleh Mitra Kinerja Indonesia di Hotel Hilton Jakarta belum lama ini.

Menurut dia, sebetulnya jika hal itu dikaji lebih mendalam pendidikan formal dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan. Misalnya melalui proses pengenalan dan diseminasi konsep-nilai-nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan.
Sedangkan program pengembangan kepemimpinan seperti pelatihan dapat meningkatkan kemampuan yang bersifat teknis.

Di kalangan pegawai negeri sipil dikenal Diklat Pimpinan (Diklatpim) yang merupakan upaya untuk mempersiapkan dan membekali PNS dalam rangka menduduki jabatan struktural sesuai dengan jenjang eselon.

Dua materi utama dalam diklat itu meliputi dimensi kepemimpinan dan dimensi manajerial. Desain diklat tersebut berdasarkan pada kerangka konseptual bahwa PNS yang menduduki jabatan struktural melaksanakan kedua peran tersebut.

Selain itu diharapkan dari diklat muncul managerial leader yang visioner dan mampu melakukan perubahan-perubahan menuju perbaikan secara sistematis dan terukur, dan tentu saja harapan terbesar adalah mampu memberikan perubahan yang berarti di instansi tempat dia berasal.

Meskipun begitu Taufiq tidak menampik hambatan yang dihadapi yaitu menyangkut aktualisasi aspek perilaku yakni sejauh mana penerapan nilai, prinsip dan teknologi yang diterima selama diklat . Tantangan lain yang dipandang cukup memprihatinkan adalah adanya resistensi internal yang disebut Taufiq sebagai permanent system.







Ternytata orang cacatlah obatnya

Obat dokter tidak bisa menyembuhkannya,
mengapa justru orang cacat itu yang bisa
menyembuhkan penyakitnya...?

Pak Hasan, adalah jama'ah dari embarkasi Surabaya. Ia dan istrinya berangkat ke
Mekkah kebetulan pada tahap gelombang ke dua. Artinya mereka datang dari Indonesia
langsung ke Mekah terlebih dahulu, baru kemudian ke Madinah.

Kondisi pak Hasan ketika berangkat memang agak sakit. Batuk pilek setiap hari.
Sampai dipakai berbicara saja tenggorokannya sudah terasa sakit. Batuk pilek yang
semacam itu memang membuat badan begitu capek lunglai. Semua persendian terasa
sakit. Sehingga menjadikan tubuh menjadi malas untuk diajak beraktivitas.

Beberapa kali pak Hasan diobati oleh dokter kloternya. Tetapi tetap saja sakitnya
tidak bisa sembuh. Rasanya semua macam obat yang berhubungan dengan penyakitnya
sudah ia minum. Tetapi tetap saja badan lunglai, kepala pusing bahkan batuknya
tidak pernah berhenti. Badan dengan kondisi semacam itu, mengakibatkan pak Hasan
sehari-harinya berdiam diri saja di hotel. Beberapa kali istrinya mengajaknya ke
masjidil Haram, tetapi rupanya tubuh pak Hasan tidak bisa diajak kompromi, ia
malas untuk pergi ke masjid.

"Aku belum bisa bu, dan belum kuat untuk pergi ke masjid. Ibu dulu aja-lah. Nanti
setelah badanku sembuh aku akan ke masjid dan akan melakukan ibadah dengan
sebaik-baiknya..." demikian kata pak Hasan kepada istrinya.

Karena sudah beberapa kali, jawaban pak Hasan selalu seperti itu, maka pada hari
itu istri pak hasan memohon dengan agak setengah memaksa kepada pak Hasan agar
siang itu mereka bisa bersama ke masjid untuk melakukan ibadah. Baik itu thawaf,
maupun shalat-shalat wajibnya.

Maka dengan agak terpaksa, berangkat juga mereka ke masjid. Pak Hasan di sepanjang
perjalanan menuju masjid tiada henti-hentinya batuk. Bahkan kakinya begitu capek
dipakai untuk berjalan. Tetapi toh, akhirnya sampai juga mereka di masjidil Haram.
Meskipun jarak dari maktab mereka menuju masjid cukup jauh.

Sesampai di masjid, mereka mencari tempat yang cukup nyaman. Pak Hasan dan
istrinya melakukan thawaf sunah sebagai penghormatan masuk masjidil Haram, sebelum
mereka melakukan ibadah lainnya.

Ketika pak Hasan dan istrinya melakukan thawaf inilah bagian dari cerita ini
dimulai... Dengan terbata-bata, dan masih digandeng oleh istrinya pak Hasan mulai
melakukan thawaf. Diayunkannya kaki kanannya untuk memulai thawaf.

"Bismillaahi allaahu akbar...!"Demikian kalimat pertama yang dilontarkan pak Hasan
sebagai pertanda ia memulai thawafnya. Maka dengan hati-hati sekali, karena
khawatir badannya bertambah lunglai, pak Hasan melangkahkan kakinya berjalan
memutari Ka’bah. Pada saat pak Hasan beberapa langkah memulai thawafnya itu,
tiba-tiba di sebelah kanannya, yang hampir berhimpitan dengan pak Masan, ada
seorang bertubuh kecil yang juga bergerak melakukan thawaf, beriringan dengan pak
Hasan. Entah apa yang menyebabkan pak Hasan tertarik dengan orang 'kecil' itu,
sambil berjalan lambat pak Hasan memperhatikan orang itu lebih seksama . "Mengapa
orang itu tubuhnya pendek, bahkan cenderung seperti anak kecil?" pikirnya.

Setelah beberapa lama pak Hasan memperhatikan orang tersebut, di tengah riuhnya
para jamaah yang juga sedang melakukan thawaf itu, tiba-tiba pak Hasan menjerit
lirih! " akh... !" katanya.

Begitu terkejutnya pak Hasan, sampai-sampai pak Hasan agak terhenti langkahnya.
Anehnya, orang itu pun ikut berhenti sejenak, kemudian menoleh kepada pak Hasan
sambil tersenyum. Ketika pak Hasan berjalan lagi, dia pun berjalan lagi, dan terus
mengikuti di samping pak Hasan. Ketika pak Hasan mempercepat langkah kakinya,
orang itu pun ikut mepercepat gerakannya, sehingga tetap mereka berjalan
beriringan.

Muka pak Hasan kelihatan pucat pasi. Bibirnya agak gemetar menahan tangis. Ia
betul-betul terpukul oleh perilaku orang tersebut. Seperti dengan sengaja, orang
itu terus mengikuti gerakan pak Hasan dari samping kanan. Bahkan yang membuat pak
Hasan mukanya pucat adalah orang tersebut selalu tersenyum, setelah menoleh ke
arah pak Hasan. Siapakah orang tersebut ?

Ternyata dia adalah seorang yang berjalan dan bergerak thawaf mengelilingi ka'bah
dengan hanya menggunakan kedua tangannya saja. Dia orang yang tidak memiliki
kaki....! Kedua kakinya buntung sebatas paha. Sehingga ia berjalan hanya dengan
menggunakan kedua tangannya.

Bulu kuduk pak Hasan merinding, jantungnya seolah berhenti berdegub. Keringat
dingin membasahi seluruh pori-pori tubuhnya...
Pak Hasan merintih dalam hatinya :
"...ya Allaah ampuni aku ya Allaah..., ampuni aku..." Air mata pak Hasan tidak
bisa dibendung lagi. Sambil tetap berjalan pak Hasan terus mohon ampun kepada
Allah.

Tanpa terasa, pak Hasan sudah memutari ka'bah untuk yang ke dua kalinya. Dan pak
Hasan pun masih terus menangis. Ingin rasanya ia berlari memutari ka'bah itu.
Ingin rasanya ia menjerit keras-keras untuk melampiaskan emosinya....pak Hasan
tidak tahu bahwa pada putaran yang ke dua itu ia sudah tidak bersama lagi dengan
orang tanpa kaki tersebut. Tidak tahu ke manakah perginya orang cacat itu. Seorang
yang selalu tersenyum meskipun tanpa kedua kaki.

Apa gerangan yang dipikirkan pak Hasan saat itu? Pak Hasan begitu malu pada
dirinya sendiri! Apalagi kepada Allah Swt. Pak Hasan merasa bahwa memang sakit.
Sakit flu, batuk, badan capek. Dan sudah beberapa hari berdiam diri saja di hotel
tidak ke masjid untuk thawaf. Dengan alasan badan capek, tenggorokan sakit, bahkan
obat dokter tidak ada yang bisa menyembuhkannya.

Sekarang, ditengah-tengah hiruk pikuknya para jama'ah yang sedang melakukan
thawaf, ternyata ada seorang yang tidak punya kaki, yang kondisi tubuhnya sangat
menyedihkan, tapi dengan mulut tersenyum ia melakukan thawaf...Akh! betapa
terpukulnya harga diri pak Hasan. Ia punya kedua kaki, badannya tegap, pikirannya
cerdas, datang jauh dari Indonesia, tetapi terserang penyakit ringan sejenis flu
saja sudah tidak mau beribadah? Sementara orang itu.....

Sungguh pak Hasan tidak kuasa bicara lagi. Ingin rasanya ia menjerit mohon ampunan
Allah Swt.... Atas kesalahan fatal, yang ia lakukan. Dan sejak saat itu, pak Hasan
tiba-tiba dapat bergerak gesit. Ia berjalan penuh dengan semangat mengelilingi
ka'bah pada putaran-putaran berikutnya. Dan secara tidak ia sadari badan pak Hasan
menjadi kuat. Ia tidak batuk-batuk lagi, bahkan tenggorokannya terasa begitu
ringan, ketika dipakai untuk berdo'a kepada Allah...!

Istri pak Hasan yang berjalan di samping pak Hasan, tidak mengetahui secara
detail, apa yang terjadi dalam diri pak Hasan. Yang ia tahu tiba-tiba pak Hasan
tidak batuk lagi, jalannya tidak lamban, bahkan cenderung gesit. Ah, rupanya pak
Hasan sudah sembuh

Ia disembuhkan oleh Allah lewat 'peragaan' orang cacat, yang selalu tersenyum
meskipun ia tidak punya kaki. Obat dokter tidak bisa menyembuhkan pak Hasan,
justru thawaf seorang cacat-lah, yang menjadi obat mujarabnya..
Mengapa bisa demikian ?

Sebab begitu pak hasan menyadari akan kesalahannya, ia langsung mohon ampun
sejadi-jadinya atas kekeliruan yang telah ia lakukan. Penyesalan yang tiada
terhingga itulah rupanya obat yang sesungguhnya.

QS. Hud (11) : 3
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika
kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan
memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat.

QS. Hud (11) : 90
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.

Sembuhnya pak Hasan, karena rasa penyesalan yang mendalam. Sembuhnya pak Hasan
karena ia bertaubat pada saat itu juga. Sembuhnya pak Hasan, karena Allah Dzat
Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu itu telah meridhainya. Sembuhnya pak Hasan
karena Allah memberikan sebuah obat berupa sebuah adegan atau suguhan menarik,
yang sangat mempengaruhi jiwa pak Hasan.

QS. Asy-Syuaraa' (26) : 80-82
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku,
kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni
kesalahanku pada hari kiamat".









Rasulullah dan Pengemis Tua

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya
selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya,
"Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong,
dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan
dipengaruhinya".

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan
makanan,
dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang
dibawanya
kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang
menyuapinya
itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari
sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap
pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat
Rasulullah SAW yakni
Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak
bukan merupakan
isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, "Anakku,
adakah kebiasaan
kekasihku yang belum aku kerjakan?".

Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan
hampir tidak ada
satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".
"Apakah Itu?", tanya Abubakar RA.
"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk
seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk
diberikan kepada
pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan
itu kepadanya.
Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik,
"Siapakah kamu?".
Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)."
"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", bantah si pengemis
buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak
susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku,
tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata
kepada pengemis itu,
"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang
dari sahabatnya,
orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar
RA, dan kemudian berkata,
"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya,
ia tidak pernah memarahiku sedikitpun,
ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... "

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA
saat itu juga
dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah
SAW?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau?
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah
baiknya kita berusaha
meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup
melakukannya.

Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai
Rasulullahmu...

Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya?
MasyaAllah....macam meter taxi...jalan terus.

Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.

1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan
hasanah.

2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda
dapat hasanah.

4. Bantu pendidikan seorang anak.

5. Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, Anda dapat
hasanah.

6. Bagi CD Quran atau Do'a.

7. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.

8. Tempatkan pendingin air di tempat umum.

9. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung
dibawahnya, Anda dapat hasanah.

10. Bagikan email ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah
satu dari hal diatas,
Anda dapat hasanah sampai hari Qiamat.

Aminnnnnn...









Law of attraction

“What you see in your mind,
you’re going to hold it in your hand” (Bob Proctor)

Sekarang ini, di mana-mana begitu ramai dibicarakan The Secret, buku yang ditulis oleh penulis kelahiran Australia Rhonda Byrne. Buku yang menggemparkan ini telah mempopulerkan nama Rhonda Byrne dan menobatkan dirinya menjadi salah satu perempuan berpengaruh di dunia saat ini. Apakah yang menarik dari buku The Secret ini?

Inti sari The Secret adalah The Law of Attraction atau hukum daya tarik. Inti dari hukum daya tarik ini adalah “like attract like”. Artinya, sesuatu akan menarik sesuatu yang mirip dengannya. Jadi, saat kita memikirkan sesuatu, dikatakan bahwa kita sedang menarik sesuatu itu ke arah diri kita. Bayangkanlah seorang ibu yang seringkali mengalami kecopetan. Masalahnya, setiap kali ke pasar, ia selalu membayangkan dan dihantui bayangan para pencopet. Setiap kali mengalami kecopetan, ia semakin ketakutan dan semakin membayangkan hal itu terjadi lagi berulang kali. Pikiran si ibu itu menjadi magnet bagi para pencopet untuk mendekatinya.

Di sisi lain, ada seorang mahasiswa teologi yang mengatakan saat dirinya melancong ke luar negeri, ia tidak memiliki tabungan cukup dan tidak kenal siapa pun. Modalnya hanya berdoa dan membayangkan jalan mulus membentang di hadapannya. Anehnya, banyak kemudahan dan jalan ‘bantuan’ datang menghampirinya saat ia membutuhkan.

Dalam hukum daya tarik ini, pikiran kita bereksistensi ibarat magnet. Pikiran kita memiliki getaran frekuensi yang kita pancarkan ke sekeliling kita. Akibatnya, getaran ini mulai memengaruhi lingkungan sekitar kita dan mulai menarik alam semesta (universe) terkait berbagai hal kembali kepada diri kita. Jadi, kalau getaran frekuensi yang kita pancarkan merupakan getaran kesuksesan dan kebahagiaan, alam semesta akan mengatur kesuksesan dan kebahagiaan itu sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Sebaliknya, bila yang kita pikirkan adalah marabahaya, maka kemungkinan besar hal-hal yang tidak kita inginkan itulah yang bakalan menghampiri kita.

Alam Semesta Mendukung Mimpimu
Seperti dikatakan oleh DR.Joe Vitale, salah satu pembicara dan penulis yang turut memberikan kontribusi dalam buku The Secret mengatakan, “Alam semesta akan mulai mengatur dirinya, untuk membuat apa pun yang terpikirkan olehmu, mulai termanifestasikan bagi dirimu”. Persis seperti pesan Sang Alkemis, novel spiritual Paulo Coelho. Di sana, dikisahkan tentang Santiago, seorang bocah penggembala domba dari Padang Andalusia, yang mengelana mewujudkan mimpi-mimpinya. Pesan utamanya, “Orang yang meyakini seluruh mimpi-mimpinya, maka seluruh alam semesta akan membantunya dalam mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan.”

Bayangkan dengan mereka yang phobia dengan cecak dan takut kalau-kalau ada cecak. Akibatnya, jutsru mereka ‘menarik’ cecak di mana-mana. Demikian pula yang takut kegagalam, justru mereka menarik energi kegagalan dalam diri mereka. Sebaliknya, kalau kita menarik kekayaan, kesuksesan, uluran tangan, kebahagiaan, dll. Maka itulah yang kan tertarik kearah dirimu.

James Ray, salah satu pemikir terkenal dan kontributor buku ini memakai metafora menarik. Bayangkanlah dunia ini seperti kisah lampu Aladin dalam dongeng 1001 malam. Bayangkan, saat dirimu membutuhkan sesuatu dirimu tinggal menggosok lampunya, maka akan muncul jin ajaib dan berkata pada Anda, “Your wish is my command” (harapan Anda adalah perintah untuk saya). Bayangkanlah alam semesta mengatakan hal tersebut kepada diri Anda.

3 Langkah Law of Attraction
Ada tiga langkah dalam proses the Law of Attraction ini. Ketiga langkah tersebut mencakup: (1) Keberanian meminta (Ask); (2) Keyakinan akan menerima (Believe); (3) Kemampuan dan perasaan telah menerima (Receive). Kalau dicermati prosesnya kembali, maka dikatakan, segala sesuatu dimulai dari keinginan dan kemauan kita untuk meminta dan mengharapkan hal yang positif terjadi dalam hidup kita.

Seperti dikatakan Jack Canfield dalam bukunya The Aladdin Factor, “Jika kamu tidak pernah meminta, maka kamu tidak akan pernah menerimanya”. Setelah meminta, maka dibutuhkan keyakinan bahwa kita bisa menerimanya. Banyak orang meminta sesuatu, tetapi kemudian menjadi ragu-ragu sehingga apa yang ada tidak betul-betul termanifestasikan. Tanpa sadar terjadi energi ‘penolakan’ akibat keragu-raguannya. Langkah terakhir adalah kemampuan kita untuk menerima atau, kalaupun belum terasakan sekarang, tetapi merasa telah mulai dalam proses menerima apa yang diharapkan. Masalahnya, banyak orang tidak sabar dan berhenti saat apa yang diharapkan tidak langsung terjadi. Otak membutuhkan penyesuaian dan alam semesta membutuhkan waktu mewujudkannya, tetapi kita sendiri harus meyakininya.

Lagipula, penting pula kita untuk mendoakan dan mengharapkan bantuan tangan dan izin yang “di Atas” sehingga apa yang kita pikirkan terwujud. Sebab, bagaimanapun hukum ini kita imani berjalan sesuai dengan kehendakNya. Karena itu, doa dan keyakinan atas berlakunya the law of attraction ini tetaplah menjadi hal penting.

Akhirnya, the law of attraction ini mengingatkan kita satu hal penting. Marilah kita selalu sadar dengan apa yang kita pikirkan. Hal ini akan menjadi sebuah medan magnet yang luar biasa. Bayangkan, melalui pikiran itulah kita sedang membuat lukisan kehidupan kita sendiri. Kesimpulannya, kita, adalah apa yang kita bayangkan setiap hari.











Tua atau Muda itu pilihan

Ada sebuah cerita menarik dari Los Angeles tentang seorang tua bernama Ernest Heyneman. Banyak orang yang pikun saat usia lanjut, tapi tidalak dengannya. Bahkan, pada saat usianya yang ke 85, ia ditangkap karena telah mencuri 3500 buku dan video selama kurun waktu empat tahun. Pria pensiunan pegawai studio film ini kini dilarang memasuki perpustakaan lokal. Menyikapi hukuman tersebut, pengacaranya begitu kecewa karena merasa hukuman tersebut adalah penjara baginya. “Heyneman adalah kutu buku. Hukuman seperti itu adalah penjara baginya, bahkan lebih buruk”. Lantas bagaimanakah modus pencurian buku yang dilakukan Heynemen? Ia cukup cerdik. Dalam seminggu ia pinjam beberapa buku dan video untuk dibawa pulang. Lantas, ia mulai mencopoti tanda pengaman lalu ia kembalikan tepat waktu. Setelah itu, ia kembali lagi hari berikutnya untuk mulai menyelundupkan buku pilihannya tanpa terdeteksi saat melewati pintu pengaman. Sebuah cara yang cerdik!

Tua tidak Berarti Lemah
Siapa bilang bahwa tua harus lemah? Realita menunjukkan bahwa tua tidaklah identik dengan lemah tak berdaya. Namun, acapkali kita mendengar bagaimana orang yang sudah tua, menggunakan ketuaannya sebagai alasan untuk ke-tidakproduktifan-nya, untuk kealpaannya serta kekhilafannya. Usia, kenyataannya bukanlah suatu pengambat untuk meraih yang lebih tinggi. Usia pun bukan kendala dalam hal karir dan kerja. Malahan, rambut putih adalah simbol kebijaksanaan dan pengalaman yang sangat berharga.
Orang Jepang sangat menghargai senioritas. Jabatan-jabatan tertentu di perusahaan Jepang kadang disediakan hanya bagi mereka yang diprediksikan telah berambut putih, lambang kematangan. Mereka percaya bahwa pengalaman akan membuat orang menjadi dewasa. Aad tunjangan khusus bagi yang lama bekerja. Loyalitas dan usia, dihargai oleh mereka.
Celakanya, tidak semua orang tua menjadi matang. Banyak orang yang tua secara usia, namun secara mental, masih terbelakang. Orang ini tua secara badaniah namun sayang, kearifan serta kematangan tidak menyertainya. Tak heran jika ada pepatah, banyak orang menjadi tua tanpa pernah menjadi dewasa. Masalahnya, ketuaan tidaklah selalu sama dengan kematangan.
Kita mengenal pula banyak orang yang sukses dan berhasil tatkala di saat-saat tua. Kolonel Sanders misalnya, mencapai suksesnya tatkala ia telah pensiun di usia 67 tahun! Untung saja bahwa ia tidak mengeluh dan menyerah di usianya yang telah renta. Andaikan ia menggunakan alasan ketuaannya untuk berhenti mungkin tak kan pernah dunia merasakan ayam lezat ala KFC-nya.
Menjadi tua hanyalah ada dalam pikiran kita. Secara fisik, orang bisa menjadi jompo dan lemah, tetapi jiwa manusia tidak mengenal usia. Jiwa manusia mengandung potensi di luar batas dimensi fisik dan waktu. Karena itu, tatkala fisik telah renta dan melemah, jiwalah yang perlu dibina. Sayangnya banyak orang tua membiarkan dirinya digerogoti baik fisik maupun jiwanya. Menolak fisik menjadi tua adalah keniscayaan. Tetapi menolak jiwa menjadi tua, adalah pilihan.
Bagaimana membangun jiwa yang terus-menerus muda?

ALWAYS HAVE FUN
Kegembiraan adalah makanan bagi jiwa. Seringkali dikatakan laughter is the best medicine. Mungkin humor dan gembira, tidaklah lantas membuat penyakit dan permsalahan kita lenyap total. Tetapi dengan melihat hidup dari sisi yang ceria, hidup terasa menjadi lebih nikmat. Lagipula, masalah hidup tidak pernah akan selesai. Ibarat gelombang, setelah surut, akan muncul pasang yang lain. Tetapi hati yang gembira adalah ibarat selancar yang membuat kita dapat menjalani segala pasang surut lautan kehidupan dengan rasa damai. Itulah sebabnya mereka-mereka yang berusia panjang, cenderung memiliki sense of humor yang baik dalam hidupnya.

HIDUP KINI DAN DISINI
Alkisah pernah suatu kali malaikat diutus kebumi untuk memberi hadiah kepada orang yang paling berbahagia di bumi. Namun, setelah berbulan-bulan mengelilingi bumi dari satu ujung ke ujung lain, tidak ditemukan seorang pun yang paling berbahagia. Ternyata, kebanyakan manusia tidak ada yang betul-betul menikmati dan bersyukur atas hidupnya. Kebanyakan hidup di dua alam, alam masa lalu dan masa depan. Akhirnya, hadiahnya pun dikembalikan pada Tuhan. Kehidupan bukanlah melulu soal usia. Bruce Lee membuktikan bahwa meskipun hidupnya pendek, namun ia dikenang dengan kontribusinya yang luar biasa bagi martial arts, seni bela diri. Itu sebabnya asalah satu rahasia awat muda yang lain adalah menikmati hidup kini dan disini. Kuncinya terletak pada kerelaan kita melepaskan masa lampau serta tidak terlalu banyak khawatir akan masa depan. Seperti kata Bruce Lee, “Yang penting bukanlah seberapa panjang anda hidup. Tetapi bagaimana anda hidup itulah yang penting”. Nikmatilah tarikan nafas Anda sekarang, itulah realita terpenting saat ini.

TETAPLAH BERGERAK FISIK DAN MENTAL
Jangan membiarkan pikiran maupun fisik menjadi terlalu lama beristirahat dan diam. Janganlah fisik kita, pikiran yang terlalu lama didiamkan pun akhirnya akan melemah. Konon, sumber penurunan daya otak yang terpenting adalah karena membiarkan otak kita tidak bekerja sama sekali. Fisik kita pun mestinya senantiasa bergerak pula. Para dokter dan paramedis tahu, jika fisik dibiarkan terlalu lama di suatu tempat tanpa bergerak maka akan mulai muncul borok di badan. Kenyataanya pula, mereka yang berusia panjang ternyata masih memiliki kesibukan dan masih menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di usianya yang telah menjelang maghrib.
Jadi, benarlah kata iklan, “Menjadi tua itu pasti. Tetapi, menjadi muda itu soal pilihan”.


Rabu, 25 Juni 2008

Membentuk Kepribadian Melalui Interaksi Sosial

Apa yang didapatkan dari lingkungan sosialnya menjadi modal utama bagi pembentukan kepribadiannya kelak. Dalam hal ini, bagaimana pengaaruh lingkungan keluarga, masyarakt dan kebudayaan?

Telah menjadi rahasia umum bahwa manusia adalah mahluk yang unik. Munculnya anggapan seperti itu karena berdasarkan suatu realita, bahwa tidak ada manusia yang memiliki kepribadian yang sama. Sehingga hal itulah yang kadang-kadang menimbulkan kesulitanuntuk mengerti kepribadian seseorang. Namun jika ditelusuri lebih jauh bagaimana sesungguhnya pembentukan kepribadian seseorang, maka hal itu bukanlah merupakan sesuatu yang aneh.

Pembentukan kepribadian seseorang merupakan hasil perpaduan dari berbagai faktor yang saling terkait satu dengan yang lainnya, dengan berbagai proses pendukungnya. Salah satu faktor yang memegang peranan penting di dalam hal ini adalah interaksi sosial. Karena pada dasarnya manusia selama hidupnya mengalami interaksi sosial, yang memungkinkan manusia yang bersangkutan berkembang. Lalu apakah sesungguhnya yang diseut dengan interaksi sosial.
W.A. Gerungan merumuskannya sebagai suatu hubungan antara dua atau lebih individu. Dimana pribadi individu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki prilaku individu yang laian, atau sebaliknya. (W.A. Gerungan, Psikolgi Sosial, 1978). Dengan pengertian tersebut, akan memudahkan kita untuk memahami pembahasannya lebih lanjut.
Jika ditelusuri sejarah kehidupan seseorang, akan semakin nyatalah peranan interaksi sosial di dalam rangkan pembentukan kepribadiannya. Sifat-sifat kemanusiaan manusiapun terbentuk melalui interaksi sosial. Karena di dalamnya terkandung unsur-unsur manusiawi dengan lingkungan manusiawi. Proses berlangsung kait-mengait, dengan tahapan-tahapan sistematis.
Prosesnya bermula dari lingkungan keluarga, yang berlanjut di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun di dalam lingkungan pergaulan yang lebih luas. Untuk memperjelas bagaimana sesungguhnya kepribadian individu, akan dijelaskan secara terperincibagaimana proses berlangsungnya.
1. Interaksi Sosial di dalam Keluarga
Keluarga merupakan basis pertama dan utama dalam berbagai rangkaian proses inteaksi sosial yang dialami individu selama hidupnya. Hal tersebut dimungkinkan, karena kedudukan keluarga sebagai komponen terkecil dari struktur masyarakat, merupakan tempat pertama bagi individu mengenal manusia lain diluar dirinya. Di samping itu juga di dalam keluargalah anak mulai mengenal peranan dirinya sebagai manusia.
Proses terjadinya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga dimulai sejak kelahiran. Saat anak mulai merasakan dunia lain dari dunia kandungan yang selama ini dikenalnya sebelum kelahiran. Sedangkan kelahiran itu sendiri merupakan prasyarat bagi seseorang untuk berkembang dan memiliki kepribadian sendiri.
Pada tahapan pertama, apa yang diberikan oleh keluarga merupakan potensi-potensi atau kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang. Pada perkembangan lebih lanjut hal tersebut menadapatkan rangsangan dan pengarahan dari lingkungan keluarganya sehingga lebih berkembang.
Agar perkembangan yang dicapai dapat berjalan dengan normal dan ideal, peranan keluarga sebagai suatu lingkungan keluarga yang menyediakan segala sarana yang memungkinkan terjadinya perkembangan sangat menentukan.
Peranan keluarga yang dimaksud dalam hal ini, tidak hanya menyangkut pemenuhan segala kebutuhan anak yang berwujud materi, tetapi juga menyangkut pemenuhan kebutuhan psikologis dan sosiaologis. Bahkan dua kebutuhan tersebut seharusnya mendapatkan porsi yang lebih besar. Karena mengingat pengaruhnya yang cukup besar pada perkembangan selanjutnya yang dialami anak pada masa-masa mendatang.
Kebutuhan-kebutuhan psikologis dan sosiologis anak meliputi penghayatan-penghayatan rohani psikis dan sosial yang dialami anak sebagai suasana, sikap pergaulan, antara manusia yang mengikat anak didalam keluarganya, yang kemudian menjadi dasar untuk pergaulannya dengan masyarakat sosial yang lebih luas. Wujud yang nyata dari hal itu dibnerikan dalam bentuk kasih sayang yang memberi anak rasa nyaman., rasa diterima serta rasa diakui keberadaanya. Dengan demikian interakasi sosial yang pertama kali dirasakan anak adalah perlakuan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, terutama dari ibunya. Pada saat anak sepenuhnya tergantung dari kedua orang tuanya untuk memenuhi segala kebutuhannya, baik yang berupa fisik ataupun psikis.
Dengan semakin bertambahnya usia anak yang diikuti oleh berfungsinya organ-organ tertentu dari tubuhnya, nteraksi sosial yang dialami anak semakin berkembang. Anak sudah dapat melakukan komunikasi dengan orangtuanya, meskipun masih dalam bentuk-bentuk yang sangat sederhana dan bersifat simbolik. Jawaban-jawaban yang diberikan yang diberikan orang tuanya sebagai pengertian terhadap komunikasi simbolik anak, akan dirasakan sebagai suatu interaksi sosial, sehingga dengan jawaban-jawaban tersebut anak akan menentukan sikap yang dianggap sesuai dengan jawaban orang tuanya.
Dengan berfungsinya organ-organ bicara pada anak, komunikasi dengan orang tuanya berkembang dengan penggunaan bahasa, sehingga interaksi sosialpun semakin menampakkan bentuk yang nyata. Anak telah mampu mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada orangtuanya dan sebaliknya orang tuapun dapat mengerti secara benar perasaan anak. Dalam situasi yang demikian kemungkinan terjadinya hubungan saling pengaruh mempengaruhi antara orang tua dan anak sangat besar.
Setelah anak mampu menggunakan kognisinya yang didukung dengan berfungsinya secara sempurna keseluruhan inderanya, anak mulai mengerti wujud yang sebenarnya dari pola-pola interaksi sosial yang berlaku didalam keluarganya.
Pengertian anak didalam hal ini, terutama didasarkan paa pengalaman-pengalamannya dengan kedua orang tuanya. Karena itulah keharmonisan hubungan antara suami dan istri sangat diperlukan, sehingga hala itu memberikan suatu gambaran yang baik kepada anak. Keduanya harus mempunyai keseragaman didalam cara dan tekhnik-tekhnik melaksanakan hubungan dengan anak. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan bahwa untuk perkembangan kepribadiannya, anak memerlukan kedua orangtuanya sebagai pembimbing, pendidik serta sebagai pengayon.
Sdalah satu faktor yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah faktor identiikasi, khususnya didalam rangka pembentukan ego dan superego anak. Timbulnya identifikasi tersebut didasarkan pada suatu rasa kagum anak terhadap perbuatan orang tuanya bahkan menyamainya. Disamping itu juga timbulnya identifikasi disebabkan usaha anak untuk menghindari hukuman-hukuman yang mungkin diberikan oleh orang tuanya, sehingga anak berusaha mempersatukan dirinya dengan larangan-larangan yang ditentukan oleh orang tuanya. Dengan demikian identifikasi dapat dijadikan alasan mengapa anak-anak cenderung menyerupai orang tua mereka.
Jika keluarga dianggap sebagai suatu lingkungan, masyarakat yang kecil, maka peranannya di dalam rangka pembentukan ego sangat menentukan. Jika mengingat bahwa ego merupakan hasil dari tindakan saling mempengaruhi antara lingkungan dengan garis-garis perkembangan yang ditetapkan oleh keturunan. Begitupun di dalam rangka pembentukan superego anak, keluarga memegang peranan yang menentukan. Bahkan dalam dalam rangkan pembentukan superego inilah keluarga sangat menonjol.
Superego merupakan kode moral seseorang yang berkembang dari ego, sebagai akibat perpaduan yang dialami anak dengan ukuran orang tuanya mengenai apa yang baikl, apa yang salah, serta apa yang buruk. Dengan memperpadukan kewibawaan tersebut dengan kewibawaan moril orang tuanya, anak akan mengganti kewibawaan tersebut dengan kewibawaannya sendiri. Dengan menuangkan kekuasaan orang tuanya ke dalam batinnya sendiri, anak akan dapat menguasai kelakuannya sesuai dengan keinginan orangtuanya, dan dengan bertindak seperti itu anak akan mendapatkan persetujuan dan mencegah kegusaran mereka.
Atau dengan kata lain, anak akan belajar bahwa ia bukan saja harus tunduk kepada prinsip kenyataan untuk mendapatkan kesenangan, tetapi ia juga harus mencoba berkelakuan sesuai dengan perintah-perintah moril dari kedua orangtuanya.
2. Interaksi Sosial di dalam Lingkungan Kemasyarakatan
Apa yang didapatkan anak dari lingkungan keluarganya sebagai dasar-dasar untuk menjalani interaksi sosial yang lebih kompleks di dalam lingkungan masyarakatnya.
Dengan semakin banyaknya manusia yang dikenal anak, menyebabkan pergaulan anak semakin meluas. Akibatnya apa yang diberikan oleh keluarganya sebagai dasar tersebut juga akan lebih berkembang, sehingga hal itu akan lebih menyempurnakan interaksi sosialnya.
Anak akan lebih banyak belajar untuk menyesuaikan diri dengan keragaman prilaku yang ditemuinya didalam lingkungan masyarakatnya. Dimana dari penyesuaian diri tersebut, anak mendaptkan pengalaman-pengalaman baru yang menjadi masukan-masukan yang sanagt berharga bagi anak untuk pengemangan kepribadian lebih lanjut. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadi dorongan bagi anak untuk lebih mengaktifkan diri menjalani interaksi sosialnya. Akhirnya pengalaman-pengalaman tersebut berubah menjadi simbol-simbolyang memiliki nilai tersendiri bagi anak.
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam interaksi sosial did alam lingkungan sosial kemasyarakatan ini adalah lembaga-lembaga sosial tersebut berperan sebagai suatu respon kulturil dari kebutuhan dasar biologis dan psikologis manusia untuk hidup berkelompok. Juga sekaligus erfungsi sebagai alat untuk mengembangkandiri dan alat yang memberikan batas-batas tertentu, agar segala jenis hubungan antar manusia dipelihara dalam keadaan equilibirium yang dinamis.
Disamping itu juga faktor waktu memegang peranan menentukan. Lamanya individu menjalani inteaksi sosialnya, memberikan kesempatan kepada individu untuk bekerjasama dan menemukan pola-pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, serta menemukan teknik-teknik hidup bersama yang lebih baik.
Akibat lebih lanjut terbentuklah integrasi psikologik dan sosiologik di dalam masarakat yang menyebabkan pola, sikap, relasi serta reaksi emosi dari anggota masyarakat cenderung memiliki kesamaan.
Kenampakan dari integrasi tersebut akan terlihat sebagai kesamaan-kesamaan kepribadian ari segenap individu yang hidup di dalam lingkungan sosial kemasyarakatan tertentu.

3. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Interaksi Sosial
Proses terjadinya interaksi sosial, baik didalam lingkungan keluarga maupun di dalam lingkungan sosial kemasyarakatan yang lebih luas, tidak dapat dilepaskan dari pola kebudayaan yang berlaku didalam masyarakat tersebut. Karena lingkungan sosial dan kulturil menetapkan syarat-syarat bagi individu dalam menetapkan bentuk pemuasan kebutuhan yang mungkin dipilih oleh indiidu, termasuk didalamnya interaksi sosial.
Hal tersebut sangat mempengaruhi mekanisme kerja dari ego sebagai pembuat keputusan. Ego berkewajiban menetapkan bentuk tingkah laku penyesuaian sebaik-baiknya dan sesuai dengan pola-pola kebudayaan yang berlaku, sehingga apa yang diputuskan sebagai pemuasan kebutuhan akan baik baginya dan juga bagi lingkungan masyarakatnya yang lebih luas. Atau dengan perkataan lain, kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, serta menentukan sikap jika berhubungan dengan orang lain. Karena keduanya sebenarnya merupakan perwujudan atau abstraksi dari pada prilaku manusia dengan kepibadia sebagai latar belakangnya.
Demikianlah dengan mengerti bagaimana proses serta pengauh yang nyata dari interaksi sosial terhadap pembentukan kepribadian seseorang, diharapkan kita dapat mengerti kepriadian individu secara tepat dengan segala keunikannya. Sehingga dengan demikian diharapkan kita dapat menentukan sikap yang sesuai dengan kepribadian seseorang. Hal mana akan menentukan keberhasilan kita didalam berkomunikasi dengan individu lain sesama.










Membalik Paradigma Pendidikan

Oleh Audith M Turmudhi
(Dimuat di koran “Kedaulatan Rakyat”, 10 Juni 2003)

Anggapan bahwa intelektualitas adalah segala-galanya atau setidak-tidaknya merupakan faktor utama yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam kehidupan karir atau kehidupan nyata di masyarakat, kini terbantah telak sejak Daniel Goleman menulis buku "Emotional Intelligence: Why It Can Matter More than IQ" (1995). Buku yang merupakan hasil riset yang luas ini -- yang kemudian direspon positif oleh sejumlah ilmuwan yang kemudian melakukan riset lanjutannya -- sungguh sangat menyentak kesadaran pembacanya. Disebutkan oleh Goleman bahwa ada kecerdasan yang jauh lebih besar peranannya dibanding kecerdasan akademik atau kecerdasan intelektual dalam mengantar orang pada kesuksesan hidup, yaitu apa yang dinamakan kecerdasan emosional (emotional intelligence).

Goleman menunjukkan betapa banyak orang yang pada waktu di sekolah atau kuliah tergolong pintar, menduduki rangking-akademik atas, namun terbukti gagal dalam kehidupan karirnya. Banyak pula orang yang di sekolah biasa-biasa saja capaian akademiknya, terbukti sukses dalam karir, menjadi orang berprestasi dan berguna bagi masyarakat. Orang yang cerdas secara intelektual namun bodoh secara emosional, dalam kehidupan kerjanya mungkin akan menjadi orang kritis yang hobinya pamer kepintaran dan menjatuhkan orang lewat kritisismenya, arogan, atau mudah tersinggung, gampang marah, mudah runtuh motivasinya ketika menghadapi kesulitan kerja, sulit bekerja-sama, dan sejumlah perilaku negatif lainnya. Alhasil orang demikian akan berkontribusi rendah, bahkan mungkin negatif dalam bekerjasama, dan akan menuai rentetan kegagalan.
Kecerdasan intelektual memang penting, karena dengan itu orang secara kognitif dapat menganalisis persoalan yang dihadapi secara logis, sistematis, dan sekaligus mampu menemukan konsepsi pemecahan masalah secara kreatif. Namun bagaimana mengimplementasikan pemikiran kognitifnya itu di lapangan sosial, orang membutuhkan kecerdasan emosional. Emotional Intelligence adalah suatu kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri dan emosi orang lain, ketika seseorang berhubungan dengan diri sendiri (intrapersonal relationship) maupun ketika berhubungan dengan orang lain (interpersonal relationship).

Orang pintar yang jahat
Betapapun pentingnya kecerdasan intelektual maupun emosional bagi kesuksesan seseorang, kita tidak boleh berhenti di situ. Apalah artinya orang yang pintar secara intelektual maupun emosional, tetapi jeblok secara spiritual. Orang ini mungkin akan menjadi orang yang berpengetahuan luas, kritis, kreatif, selalu bergairah, ramah, pandai menyenangkan dan meyakinkan orang, trampil bergaul, dan seterusnya, namun tega hatinya berbuat curang: menipu, berbohong, berkhianat, memfitnah, menjarah hak orang lain, bertindak korup, dan seterusnya. Dan karena dia pintar secara intelektual, maka kejahatannya itu dapat dilakukan dengan cara yang canggih sehingga sulit terlacak atau terbongkar karena pintarnya menghapus jejak, membungkus dan membentengi perbuatannya. Demikian pula karena dia cerdas secara emosional maka dia trampil dalam mengelola emosi-dirinya (self-regulation) sehingga kendati berbuat culas, dia mampu tampil tenang, penuh senyum meyakinkan, bahkan sukses pula merekayasa kesan diri sebagai orang baik, benar, penolong dan sebagainya. Pendeknya, orang ini bak musang berbulu domba: pandai bersandiwara dan akan menghalalkan segala cara demi kepentingannya. Sungguh, ia akan menjadi orang yang sangat berbahaya bagi kehidupan bersama. Moralitas-spiritualitas rendah bangsa kita inilah yang ditengarai menjadi sumber dari krisis multi-dimensional yang kini masih membelit bangsa dan negara kita. Makin sukses orang-orang ini menduduki jabatan-jabatan dan peran strategisnya, makin ganas korupsi dan kecurangannya.

Kecerdasan spiritual mutlak diperlukan
Di atas kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, mutlak diperlukan kecerdasan spiritual, yakni kemampuan orang untuk membedakan kebajikan dan keburukan, dan kesanggupan untuk memilih atau berpihak pada kebajikan, serta dapat merasakan nikmatnya berbuat bajik. Orang dengan kecerdasan spiritual tinggi akan merasakan kenikmatan spiritual tiada tara tatkala ia sanggup berbuat jujur, lurus, adil, meskipun akibatnya secara material atau secara “duniawi” mungkin ia harus menanggung kerugian. Dengan senantiasa menghidupkan hati nurani, menghadirkan Tuhan dalam kesadaran jiwa dan menjadikan Tuhan sebagai pusat orientasi semua tindakan, orang akan terbebas dari kepalsuan-kepalsuan hidup.
Kecerdasan intelektual dan emosional membawa orang pada kesuksesan. Kecerdasan spiritual membawa orang pada kebajikan. Yang kita inginkan adalah menjadi orang sukses yang baik. Tetapi ada ungkapan "It's nice to be important, but it's more important to be nice": baik juga kalau bisa menjadi orang penting atau sukses, tetapi lebih penting menjadi orang baik

Membalik skala prioritas-paradigmatik
Dengan demikian jelaslah bahwa seharusnya urutan prioritas dalam pengasahan kemampuan manusiawi (human capability) dalam pendidikan adalah pencerdasan spiritualitas sebagai yang utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas, dan yang ketiga pencerdasan intelektualitas. Ketiganya penting, namun urutan nilai kepentingannya haruslah seperti itu, tidak terbalik seperti dalam praktik pendidikan kita.
Sayang sekali, selama ini ketika orang berbicara tentang upaya peningkatan moralitas atau spiritualitas siswa di sekolah, orang langsung menyebut tentang perlunya penambahan jam pelajaran agama, pemberian pelajaran budi pekerti, atau dulu penataran P-4. Cara-cara demikian sesungguhnya sangat tidak mencukupi untuk pencerdasan spiritualitas siswa. Penambahan pelajaran agama dan budi pekerti, paling jauh hanya menambah pengetahuan siswa tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Dus, hanya masuk di ranah kognitif, yang hanya berguna untuk menjawab soal ulangan atau ujian. Namun untuk menjadikan pengetahuan moral tersebut masuk dan mengeram di ranah afektif dan menjadi bagian dari kepribadian siswa, diperlukan perubahan pola kependidikan yang bukan sekedar superfisial seperti itu, melainkan paradigmatik sifatnya. Harus diwaspadai pula, bahwa pengajaran agama yang salah penanganan bisa membawa siswa pada fanatisme sempit dan arogansi religius yang justru menjauhkan siswa dari spiritualitas.
Ada sejumlah hal yang harus dikerjakan oleh sistem persekolahan kita kalau benar-benar ingin menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas secara spiritual, emosional, maupun intelektual.
Pertama, sekolah harus menegaskan misinya untuk mengasah ketiga aspek human capability utama peserta didik, yaitu kecerdasan spiritual sebagai top priority, kecerdasan emosional sebagai second priority, dan kecerdasan intelektual sebagai third priority.
Kedua, misi tersebut harus benar-benar dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan, peraturan, program, maupun perilaku keseharian institusional sekolah. Kejujuran, misalnya harus benar-benar ditegakkan dalam semua proses akademik maupun seluruh proses manajemen persekolahan.
Ketiga, setiap guru, bidang studi apapun, sungguh-sungguh menginsyafi dan berkomitmen penuh bahwa kehadirannya di sekolah, tampilnya di kelas, adalah sebagai guru dalam spiritualitas, emosionalitas, dan intelektualitas sekaligus. Perhatian setiap guru atas murid-muridnya haruslah yang pertama pada kinerja spiritual mereka, yang kedua pada kinerja emosional mereka, dan barulah yang ketiga pada kinerja intelektual atau penguasaan akademik siswa. Ketiganya dikerjakan dengan kualitas yang harus terus ditingkatkan. Guru harus menjadi teladan, contoh yang nyata untuk ketiga kecerdasan itu.. Dia tidak akan menganggap bahwa moralitas-spiritualitas adalah urusan guru agama atau guru budi pekerti, dan emosionalitas adalah urusan guru bimbingan konseling semata. Sebagai guru Fisika, misalnya, ia akan berkata pada murid-muridnya: "Anak-anak, meskipun saya adalah guru mata pelajaran Fisika, tetapi tugas saya adalah mencerdaskan spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas kalian sekaligus. Saya sungguh bahagia kalau kalian memiliki jiwa yang mulia, berbudi pekerti luhur, senantiasa ingat dan bersyukur pada Tuhan sehingga kalian menjadi manusia yang baik. Saya juga sungguh bahagia kalau kalian memiliki emosi yang sehat-positif yang akan membawa kalian pada kesuksesan hidup di masyarakat. Saya juga akan bahagia jika kalian bisa menguasai dengan baik mata pelajaran saya yaitu Fisika karena hal itu akan membantu mencerdaskan intelektualitas kalian. Saya akan mengolah, mencermati, dan mengevaluasi kinerja ketiga aspek penting kemampuan manusiawi kalian itu…."
Keempat, setiap mata pelajaran didesain sedemikian rupa sehingga bermuatan pencerdasan spiritual, emosional, dan intelektual sekaligus.
Kelima, sekolah harus menjadi tempat pergaulan sosial yang nyata-nyata membiasakan atau membudayakan nilai-nilai cerdas spiritual, cerdas emosional, dan cerdas intelektual. Sikap dan perilaku serta hubungan antar dan inter guru, murid, dan karyawan haruslah terasa sungguh-sungguh mencerahkan spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas semua sivitas akademika sekolah.
Keenam, kesemuanya ini haruslah dikerjakan dengan teknik-teknik yang segar, kreatif, menggembirakan, dan berkualitas, sehingga ketiga sasaran pencerdasan itu dapat dicapai secara efektif.
Jika spiritualitas murid berhasil dijernihkan sehingga pikiran-pikiran negatif-destruktif jauh tereliminasi, demikian pula emosionalitas mereka tercerahkan penuh motivasi positif, maka dengan sendirinya energi mental siswa akan mudah terfokus pada pencapaian prestasi akademik. Akhirnya, belajar dan mencapai prestasi akademik pun -- meskipun diletakkan pada third priority -- menjadi terasa mudah dan menyenangkan.










Falsafah Islam: Unsur-Unsur Hellenisme (3/3

)
Penutup

Sebagaimana telah diisyaratkan, orang-orang Muslim berkenalan dengan ajaran Aristoteles dalam bentuknya yang telah ditafsirkan dan diolah oleh orang-orang Syria, dan itu berarti masuknya unsur-unsur Neoplatonisme. Maka cukup menarik bahwa sementara orang-orang Muslim begitu sadar tentang Aristoteles dan apa yang mereka anggap sebagai ajaran-ajarannya, namun mereka tidak sadar, atau sedikit sekali mengetahui adanya unsur-unsur Neoplatonis didalamnya. Ini menyebabkan sulitnya membedakan antara kedua unsur Hellenisme yang paling berpengaruh kepada falsafah Islam itu, karena memang terkait satu sama lainnya.

Sekalipun begitu masih dapat dibenarkan melihat adanya pengaruh khas Neoplatonisme dalam dunia pemikiran Islam, seperti yang kelak muncul dengan jelas dalam berbagai paham Tasauf. Ibn Sina, misalnya, dapat dikatakan seorang Neoplatonis, disebabkan ajarannya tentang mistik perjalanan ruhani menuju Tuhan seperti yang dimuat dalam kitabnya, Isharat. Dan memang Neoplatonisme yang spiritualistik itu banyak mendapatkan jalan masuk ke dalam ajaran-ajaran Sufi. Yang paling menonjol ialah yang ada dalam ajaran sekelompok orang-orang Muslim yang menamakan diri mereka Ikhwan al-Shafa (secara longgar: Persaudaraan Suci).[17]

Demikian pula, kita sepenuhnya dapat berbicara tentang pengaruh besar Aristotelianisme, yaitu dari sudut kenyataan bahwa kaum Muslim banyak memanfaatkan metode berpikir logis menurut logika formal (silogisme) Aristoteles. Cukup sebagai bukti betapa jauhnya pengaruh ajaran Aristoteles ini ialah populernya ilmu mantiq di kalangan orang-orang Islam. Sampai sekarang masih ada dari kalangan 'ulama' kita yang menulis tentang mantiq, seperti K.H. Bishri Musthafa dari Rembang, dan ilmu mantiq masih diajarkan di beberapa pesantren. Memang telah tampil beberapa 'ulama' di masa lalu yang mencoba meruntuhkan ilmu mantiq (seperti Ibn Taymiyyah dengan kitabnya, Naqdl al-Manthiq dan al-Suyuthi dengan kitabnya, Shawn al-Mantiq wa al-Kalam 'an Fann al-Manthiq wa al-Kalam). Tetapi bahkan al-Ghazali pun, meski telah berusaha menghancurkan falsafah dari segi metafisikanya, adalah seorang pembela ilmu mantiq yang gigih, dengan kitab-kitabnya seperti Mi'yar al-Ilm dan Mihakk al-Nadhar. Bahkan kitabnya, al-Qisthas al-Mustaqim, dinilai dan dituduh Ibn Taymiyyah sebagai usaha pencampur-adukan tak sah ajaran Nabi dengan falsafah Aristoteles, karena uraian-uraian keagamaannya, dalam hal ini ilmu fiqh, yang menggunakan sistem ilmu mantiq.

Tetapi, seperti telah dikemukakan di atas, adalah mustahil melihat falsafah Islam sebagai carbon copy Hellenisme. Misalnya, meskipun terdapat variasi, tetapi semua pemikir Muslim berpandangan bahwa wahyu adalah sumber ilmu pengetahuan, dan, karena itu, mereka juga membangun berbagai teori tentang kenabian seperti yang dilakukan Ibn Sina dengan risalahnya yang terkenal, Itsbat al-Nubuwwat. Mereka juga mencurahkan banyak tenaga untuk membahas kehidupan sesudah mati, suatu hal yang tidak terdapat padanannya dalam Hellenisme, kecuali dengan sendirinya pada kaum Hellenis Kristen. Para failasuf Muslim juga membahas masalah baik dan buruk, pahala dan dosa, tanggungjawab pribadi di hadapan Allah, kebebasan dan keterpaksaan (determinisme), asal usul penciptaan, dan seterusnya, yang kesemuanya itu merupakan bagian integral dari ajaran Islam, dan sedikit sekali terdapat hal serupa dalam Hellenisme.[18]

Lebih lanjut, falsafah kemudian mempengaruhi ilmu kalam. Meski begitu, lagi-lagi, tidaklah benar memandang ilmu kalam sebagai jiplakan belaka dari falsafah. Justru dalam ilmu kalam orisinalitas kaum Muslim tampak nyata. Seperti dikatakan William Lane Craig,

... the kalam argument as a proof for God's existence originated in the minds of medieval Arabic theologians, who bequeathed to the West, where it became the center of hotly disputed controversy. Great minds on both sides were raged against each other: al-Ghazali versus Ibn Rushd, Saadia versus Maimonides, Bonaventure versus Aquinas. The central issue in this entire debate was whether the temporal series of past events could be actually infinite.[19]

(...argumen kalam sebagai bukti adanya Tuhan berasal dari dalam pikiran para teolog Arab zaman pertengahan, yang menyusup ke Barat, di mana ia menjadi pusat kontroversi yang diperdebatkan secara hangat. Pemikir-pemikir dari dua pihak berhadapan satu sama lain: al-Ghazali lawan Ibn Rusyd, Saadia lawan Musa ibn Maymun, Bonaventura lawan Aquinas. Persoalan pokok dalam seluruh debat itu ialah apakah rentetan zaman dari kejadian masa lampau itu dapat secara aktual tak terbatas).

Ilmu kalam adalah unik dalam pemikiran umat manusia. Ia merupakan sumbangan Islam dalam dunia kefilsafatan yang paling orisinil. Argumen-argumen yang dikembangkan dalam ilmu kalam menerobos dunia pemikiran Barat, sebagaimana banyak pikiran-pikiran Islam yang lain, meskipun hanya sedikit dari orang-orang Barat yang mengakuinya. Berkenaan dengan ini, Craig mengatakan lebih lanjut:

The Jewish thinkers fully participated in the intellectual life of the Muslim society, many of them writing in Arabic and translating Arabic works into Hebrew. And the Christians in turn read and translated works of these Jewish thinkers. The kalam argument for the beginning of the universe became a subject heated debate, being opposed by Aquinas, but adopted and supported by Bonaventure. The falsafa argument from necessary and possible being was widely used in various forms and eventually became the key Thomist argument for God's existence. Thus it was that the cosmological argument came to the Latinspeaking theologians of the West, who receive in our Western culture a credit for originality that they do not fully deserve, since they inherited these arguments from the Arabic theologians and philosophers, whom we tend unfortunately to neglect.[20]

(Para pemikir Yahudi berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan intelektual masyarakat Muslim, banyak di antara mereka yang menulis dalam Bahasa Arab dan menterjemahkan karya-karya Arab ke dalam Bahasa Ibrani. Dan orang-orang Kristen kemudian membaca dan menterjemahkan karya-karya para pemikir Yahudi itu. Argumen kalam bagi permulaan adanya alam raya menjadi perdebatan yang panas, karena ditentang oleh Aquinas namun digunakan dan didukung oleh Bonaventure. Argumen falsafah dari wujud pasti (wajib) dan wujud mungkin (mumkin) banyak digunakan dalam berbagai bentuk dan akhirnya menjadi kunci argumen Thomis untuk adanya Tuhan. Begitulah, bahwa argumen kosmologis itu sampai ke para teolog berbahasa Latin, yang dalam budaya Barat kita mereka itu menerima pengakuan untuk orisinalitas, yang mereka sendiri tidak sepenuhnya berhak, karena mereka mewarisi argumen-argumen itu dari para teolog dan failasuf Arab, yang sayangnya cenderung kita lupakan).

Sebagaimana telah menjadi pokok pembicaraan buku William Craig yang dikutip itu, argumen-argumen kosmologis kalam ternyata kini banyak mendapatkan dukungan temuan-temuan ilmiah moderen. Teori big bang dari Chandrasekhar (pemenang hadiah Nobel), dan dikatakan dengan temuan-temuan astronomi moderen, begitu pula konsep waktu dari Newton dan Einstein, semuanya itu, menurut Craig, mendukung argumen kosmologi ilmu kalam tentang adanya Tuhan dan "personal", yang telah menciptakan alam raya ini:

We have thus concluded to a personal Creator of the universe who exists changelessly and independently prior to creation and in time subsequent to creation. This ia a central core of what theists mean by "God"...The kalam cosmological argument leads us to a personal Creator of the universe..."[21]

(Dengan begitu kita telah menyimpulkan adanya Khaliq yang personal bagi alam raya, yang ada tanpa berubah dan berdiri sendiri sebelum penciptaan alam dan dalam waktu sesudah penciptaan itu. Inilah inti pusat apa yang oleh kaum teist dimaksudkan dengan "Tuhan"...Argumen kosmologi kalam membimbing kita ke arah adanya Khaliq yang bersifat pribadi alam raya...)

Adakah membuktikan adanya Tuhan yang personal itu yang menjadi titik perhatian sentral falsafah dan kalam? Setelah membuktikan dengan dalil-dalil dan argumen-argumen yang mantap, para failasuf dan mutakallim beralih ke usaha memahami makna wujudnya Tuhan itu bagi manusia, kemudian dikembangkan menjadi dalil-dalil dan argumen-argumen untuk mendukung kebenaran agama. Seperti ditegaskan oleh Ibn Rusyd dalam Fashl al-Maqal, kegiatan berfalsafah adalah benar-benar pelaksanaan perintah Allah dalam Kitab Suci. Maka, kata Ibn Rusyd, falsafah dan agama atau syari'ah adalah dua saudara kandung, sehingga merupakan suatu kezaliman besar jika antara keduanya dipisahkan. Hanya memang, kata Ibn Rusyd lagi, terdapat halangan agama yang karena ketidak-tahuannya memusuhi falsafah, dan terhadap kalangan falsafah yang juga karena ketidak-tahuannya memusuhi syari'ah. Ibn Rusyd sendiri adalah seorang failasuf yang amat mendalami syari'ah.

CATATAN

1 R.T. Wallis, Neo Platonism (London: Gerlad Duckworth & Company Limited, 1972), h. 164.

2 C A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World (London: Croom Helm, 1988). h. 28.

3 Istilah "Hellenisme" pertama kali diperkenalkan oleh ahli sejarah dari Jerman, J. G. Droysen. Ia menggunakan perkataan "Hellenismus" sebagai sebutan untuk masa yang dianggapnya sebagai periode peralihan antara Yunani kuna dan dunia Kristen. Droysen lupa akan peranan Roma dalam agama Kristen (dan membatasi seolah-olah hanya Yunani saja yang berperan). Namun ia diakui telah berhasil mengidentifikasi suatu kenyataan sejarah yang amat penting. Biasanya yang disebut zaman Hellenik yang merupakan peralihan itu ialah masa sejak tahun 323 sampai 30 S.M. atau dari saat kematian Iskandar Agung sampai penggabungan Mesir kedalam kekaisaran Romawi. Sebab dalam periode itu muncul banyak kerajaan di sekitar Laut Tengah, khususnya pesisir timur dan selatan seperti Syria dan Mesir, yang diperintah oleh bangsa Makedonia dari Yunani. Akibatnya, mereka ini membawa berbagai perubahan besar dalam banyak bidang di kawasan itu, antara lain bahasa (daerah-daerah itu didominasi Bahasa Yunani) dan pemikiran (ilmu pengetahuan Yunani, terutama filsafatnya, diserap oleh daerah-daerah itu melalui berbagai cara). (Lihat Britannica. s.v. "Hellenic Age").

4 "Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada engkau (Muhammad) seperti yang telah Kami wahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya, dan seperti yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan kelompok-kelompok (para nabi), serta kepada 'Isa Ayyub, Yunus, Harun dan Sulayman. Telah pula Kami berikan kepada Dawud (kitab) Zabur. Juga kepada para rasul yang telah Kami kisahkan mereka itu kepadamu (Muhammad) sebelumnya, dan para rasul yang tidak Kami kisahkan mereka itu kepadamu. Dan sungguh Allah telah berbicara (langsung) kepada Musa." (Q., s. al-Nisa /4:163-165).









Falsafah Islam: Unsur-Unsur Hellenisme (2/3)

Neoplatonisme

Dari berbagai unsur pikiran Hellenik, Platonisme Baru (Neoplatonisme) adalah salah satu yang paling berpengaruh dalam sistem falsafah Islam. Neoplatonisme sendiri merupakan falsafah kaum musyrik (pagans), dan rekonsiliasinya dengan suatu agama wahyu menimbulkan masalah besar. Tapi sebagai ajaran yang berpangkal pada pemikiran Plotinus (205-270 M), sebetulnya Neoplatonisme mengandung unsur yang memberi kesan tentang ajaran Tauhid. Sebab Plotinus yang diperkirakan sebagai orang Mesir hulu yang mengalami Hellenisasi di kota Iskandaria itu mengajarkan konsep tentang "yang Esa" (the One) sebagai prinsip tertinggi atau sumber penyebab (sabab, cause).

Lebih dari itu, Plotinus dapat disebut sebagai seorang mistikus, tidak. dalam arti "irrasionalis", "occultist" ataupun "guru ajaran esoterik", tetapi dalam artinya yang terbatas kepada seseorang yang mempercayai dirinya telah mengalami penyatuan dengan Tuhan atau "Kenyataan Mutlak."[9] Untuk memahami sedikit lebih lanjut ajaran Plotinus kita perlu memperhatikan beberapa unsur dalam ajaran-ajaran Plato, Aristoteles, Pythagoras (baru) dan kaum Stoic.

Plato membagi kenyataan kepada yang bersifat "akali" (ideas, intelligibles) dan yang bersifat "inderawi" (sensibles), dengan pengertian bahwa yang akali itulah yang sebenarnya ada (ousia), jadi juga yang abadi dan tak berubah. Termasuk diantara yang akali itu ialah konsep tentang "Yang Baik", yang berada di atas semuanya dan disebut sebagai berada di luar yang ada (beyond being, epekeina ousias). "Yang Baik" ini kemudian diidentifikasi sebagai "Yang Esa", yang tak terjangkau dan tak mungkin diketahui.

Selanjutnya, mengenai wujud inderawi, Plato menyebutkannya sebagai hasil kerja suatu "seniman ilahi" (divine artisan, demiurge) yang menggunakan wujud kosmos yang akali sebagai model karyanya. Disamping membentuk dunia fisik, demiurge juga membentuk jiwa kosmis dan jiwa atau ruh individu yang tidak akan mati. Jiwa kosmis dan jiwa individu yang immaterial dan substansial itu merupakan letak hakikatnya yang bersifat ada sejak semula (pre-existence) dan akan ada untuk selamanya (post-existence immortality), yang semuanya tunduk kepada hukum reinkarnasi.

Dari Aristoteles, unsur terpenting yang diambil Plotinus ialah doktrin tentang Akal (nous) yang lebih tinggi daripada semua jiwa. Aristoteles mengisyaratkan bahwa hanya Akal-lah yang tidak bakal mati (immortal), sedangkan wujud lainnya hanyalah "bentuk" luar, sehingga tidak mungkin mempunyai eksistensi terpisah. Aristoteles juga menerangkan bahwa "dewa tertinggi" (supreme deity) ialah Akal yang selalu merenung dan berpikir tentang dirinya. Kegiatan kognitif Akal itu berbeda dari kegiatan inderawi, karena obyeknya, yaitu wujud akali yang immaterial, adalah identik dengan tindakan Akal untuk menjangkau wujud itu.

Dualisme Plato di atas kemudian diusahakan penyatuannya oleh para penganut Pythagoras (baru), dan dirubahnya menjadi monisme dan berpuncak pada konsep tentang adanya Yang Esa dan serba maha (transenden). Ini melengkapi ajaran kaum Stoic yang di samping materialistik tapi juga immanenistik, yang mengajarkan tentang kemahaberadaan (omnipresence) Tuhan dalam alam raya.[10]

Kesemua unsur tersebut digabung dan diserasikan oleh Plotinus, dan menuntunnya kepada ajaran tentang tiga hypostase atau prinsip di atas materi, yaitu Yang Esa atau Yang Baik, Akal atau Intelek, dan Jiwa.[11]

Aristotelianisme

Telah dinyatakan bahwa Neoplatonisme cukup banyak mempengaruhi falsafah Islam. Tetapi sebenarnya Neoplatonisme yang sampai ke tangan orang-orang Muslim, berbeda dengan yang sampai ke Eropa sebelumnya, yang telah tercampur dengan unsur-unsur kuat Aristotelianisme. Bahkan sebetulnya para failasuf Muslim justru memandang Aristoteles sebagai "guru pertama" (al-mu'allim al-awwal), yang menunjukkan rasa hormat mereka yang amat besar, dan dengan begitu juga pengaruh Aristoteles kepada jalan pikiran para failasuf Muslim yang menonjol dalam falsafah Islam.

Neoplatonisme sendiri, sebagai gerakan, telah berhenti semenjak jatuhnya Iskandaria di tangan orang-orang Arab Muslim pada tahun 642.[12] Sebab sejak itu yang ada secara dominan ialah falsafah Islam, yang daerah pengaruhnya meliputi hampir seluruh bekas daerah Hellenisme.

Tetapi sebelum gerakan Neoplatonis itu mandeg, ia harus terlebih dahulu bergulat dan berhadapan dengan agama Kristen. Dan interaksinya dengan agama Kristen itu tidak mudah, dengan ciri pertentangan yang cukup nyata. Salah seorang tokohnya yang harus disebut di sini ialah pendeta Nestorius, patriark Konstantinopel, yang karena menganut Neoplatonisme dan melawan ajaran gereja terpaksa lari ke Syria dan akhirnya ke Jundisapur di Persia.[13]

Sebenarnya Neoplatonisme sebagai filsafat musyrik memang mendapat perlakuan yang berbeda-beda dari kalangan agama. Orang-orang Kristen zaman itu, dengan doktrin Trinitasnya, tidak mungkin luput dari memperhatikan betapa tiga hypostase Plotinus tidak sejalan, atau bertentangan dengan Trinitas Kristen. Polemik-polemik yang terjadi tentu telah mendapatkan jalannya ke penulisan. Maka orang-orang Muslim, melalui tulisan-tulisan dalam bahasa Suryani yang disalin ke Bahasa Arab, mewarisi versi neoplatonisme yang berbeda, yaitu Neo-platonisme dengan unsur kuat Aristotelianisme.[14] Menurut pelukisan F.E. Peters, mengutip kitab al-Fihrist oleh Ibn al-Nadim,

The Arab version of the arrival of the Aristotelian corpus in the Islamic world has to do with the discovery of manuseripts in a deserted house. Even if true, the story omits two very important details which may be supplied from the sequel: first, the manuseripts were certainly not written in Arabic; second, the Arabs discovered not only Aristotle but a whole series of commentators as well.[15]

(Versi Arab tentang datangnya karya-karya Aristoteles di dunia Islam ada kaitannya dengan diketemukannya naskah-naskah di suatu rumah kosong. Seandainya benarpun, kisah itu menghilangkan dua rinci penting yang bisa melengkapi jalan cerita: pertama, naskah-naskah itu pastilah tidak tertulis dalam Bahasa Arab; kedua, orang-orang Arab itu tidak hanya menemukan Aristoteles tetapi seluruh rangkaian para penafsir juga).

Ini berarti bahwa pikiran-pikiran Aristoteles yang sampai ke tangan orang-orang Muslim sudah tidak "asli" lagi, melainkan telah tercampur dengan tafsiran-tafsirannya. Karena itu, meskipun orang-orang Muslim sedemikian tinggi menghormati Aristoteles dan menamakannya "guru pertama", namun yang mereka ambil dari dia bukan hanya pikiran-pikiran dia sendiri saja, melainkan justru kebanyakan adalah pikiran, pemahaman, dan tafsiran orang lain terhadap ajaran Aristoteles. Singkatnya, memang bukan Aristoteles sendiri yang berpengaruh besar kepada falsafah dalam Islam, tetapi Aristotelianisme. Apalagi jika diingat bahwa orang-orang Muslim menerima pikiran Yunani itu lima ratus tahun setelah fase terakhir perkembangannya di Yunani sendiri, dan setelah dua ratus tahun pikiran itu digarap dan diolah oleh para pemikir Kristen Syria. Menurut Peters lebih lanjut, paham Kristen telah mencuci bersih tendensi "eksistensial" filsafat Yunani, sehingga ketika diwariskan kepada orang-orang Arab Muslim, filsafat itu menjadi lebih berorientasi pedagogik, bermetode skolastik, dan berkecenderungan logik dan metafisik. Khususnya logika Aristoteles (al-manthiq al-aristhi) sangat berpengaruh kepada pemikiran Islam melalui ilmu kalam. Karena banyak menggunakan penalaran logis menurut metodologi Aristoteles itu, maka ilmu kalam yang mulai tampak sekitar abad VIII dan menjadi menonjol pada abad IX itu disebut juga sebagai suatu versi teologi alamiah (natural theology, al-kalam al-thabi'i, sebagai bandingan al-kalam al-Qur'ani) di kalangan orang-orang Muslim.[16]









Falsafah Islam: Unsur-Unsur Hellenisme (1/3)

Di antara empat disiplin keilmuan Islam tradisional: fiqh, kalam, tasawuf dan falsafah, yang disebutkan terakhir ini barangkali adalah yang paling sedikit dipahami, bisa juga berarti paling banyak disalahpahami, sekaligus juga yang paling kontroversial. Sejarah pemikiran Islam ditandai secara tajam antara lain oleh adanya polemik-polemik sekitar isi, subyek bahasan dan sikap keagamaan falsafah dan para failasuf. Karena itu pembahasan tentang falsafah dapat diharapkan menjadi pengungkapan secara padat dan mampat tentang peta dan perjalanan pemikiran Islam di antara sekalian mereka yang terlibat.

Sebelum yang lain-lain, di sini harus ditegaskan bahwa sumber dan pangkal tolak falsafah dalam Islam adalah ajaran Islam sendiri sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah. Para failasuf dalam lingkungan agama-agama yang lain, sebagaimana ditegaskan oleh R.T. Wallis, adalah orang-orang yang berjiwa keagamaan (religious), sekalipun berbagai titik pandangan keagamaan mereka cukup banyak berbeda, jika tidak justru berlawanan, dengan yang dipunyai oleh kalangan ortodoks.[1] Dan tidak mungkin menilai bahwa falsafah Islam adalah carbon copy pemikiran Yunani atau Hellenisme.[2]

Meskipun begitu, kenyataannya ialah bahwa kata Arab "falsafah" sendiri dipinjam dari kata Yunani yang sangat terkenal, "philosophia", yang berarti kecintaan kepada kebenaran (wisdom). Dengan sedikit perubahan, kata "falsafah" itu di-Indonesia-kan menjadi "filsafat" atau, akhir-akhir ini, juga "filosofi" (karena adanya pengaruh ucapan Inggris, "philosophy"). Dalam ungkapan Arabnya yang lebih "asli", cabang ilmu tradisional Islam ini disebut 'ulum al-hikmah atau secara singkat "alhikmah" (padanan kata Yunani "sophia"), yang artinya ialah "kebijaksanaan" atau, lebih tepat lagi, "kawicaksanaan" (Jawa) atau "wisdom" (Inggris). Maka "failasuf' (ambilan dari kata Yunani "philosophos", pelaku filsafat), disebut juga "al-hakim" (ahli hikmah atau orang bijaksana), dengan bentuk jamak "al-hukama".

Dari sepintas riwayat kata "filsafah" itu kiranya menjadi jelas bahwa disiplin ilmu keislaman ini, meskipun memiliki dasar yang kokoh dalam sumber-sumber ajaran Islam sendiri, banyak mengandung unsur-unsur dari luar, yaitu terutama Hellenisme atau dunia pemikiran Yunani.[3] Disinilah pangkal kontroversi yang ada sekitar falsafah: sampai di mana agama Islam mengizinkan adanya masukan dari luar, khususnya jika datang dari kalangan yang tidak saja bukan "ahl al-kitab" seperti Yahudi dan Kristen, tetapi malahan dari orang-orang Yunani kuna yang "pagan" atau musyrik (penyembah binatang). Sesungguhnya beberapa ulama ortodoks, seperti Ibn Taymiyyah dan Jalal al-Din al-Suyuthi (salah seorang pengarang tafsir Jalalayn), menunjuk kemusyrikan orang-orang Yunani itu sebagai salah satu alasan keberatan mereka terhadap falsafah. Tetapi sebelum membahas lebih jauh segi-segi polemis ini, lebih dahulu dibahas pertumbuhan falsafah dalam sejarah pemikiran Islam.
Pertumbuhan

Falsafah tumbuh sebagai hasil interaksi intelektual antara bangsa Arab Muslim dengan bangsa-bangsa sekitarnya. Khususnya interaksi mereka dengan bangsa-bangsa yang ada di sebelah utara Jazirah Arabia, yaitu bangsa-bangsa Syria, Mesir, dan Persia.

Interaksi itu berlangsung setelah adanya pembebasan-pembebasan (al-futuhat) atas daerah-daerah tersebut segera setelah wafat Nabi s.a.w., dibawah para khalifah. Daerah-daerah yang segera dibebaskan oleh orang-orang Muslim itu adalah daerah-daerah yang telah lama mengalami Hellenisasi. Lebih dari itu, kecuali Persia, daerah-daerah yang kemudian menjadi pusat-pusat peradaban Islam itu adalah daerah-daerah yang telah terlebih dahulu mengalami Kristenisasi. Bahkan sebenarnya daerah-daerah Islam sampai sekarang ini, sejak dari Irak di timur sampai ke Spanyol di barat, adalah praktis bekas daerah agama Kristen, termasuk heartlandnya, yaitu Palestina. Daerah-daerah itu, dibawah kekuasaan pemerintahan orang-orang Muslim, selanjutnya memang mengalami proses Islamisasi. Tetapi proses itu berjalan dalam jangka waktu yang panjang, selama berabad-abad, dan secara damai. Bahkan daerah-daerah Kristen itu tidak hanya mengalami proses Islamisasi, tetapi juga Arabisasi, disamping adanya daerah-daerah yang memang sejak jauh sebelum Islam secara asli merupakan daerah suku Arab tertentu seperti Libanon (keturunan suku Bani Ghassan Yang Kristen, satelit Romawi). Namun berkat politik keagamaan para penguasa Muslim berdasarkan konsep toleransi Islam, sampai sekarang masih banyak kantong-kantong minoritas Kristen dan Yahudi yang tetap bertahan dengan aman. Karena adanya konsep Islam tentang kontinuitas agama-agama (yaitu, bahwa agama Nabi Muhammad adalah kelanjutan agama para nabi sebelumnya, khususnya Nabi-nabi Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub atau Isra'il, Musa dan Isa-Yahudi dan Kristen),[4] orang-orang Muslim menyimpan rasa dekat atau afinitas tertentu kepada mereka itu. Dan rasa dekat itu ikut melahirkan adanya sikap-sikap toleran, simpatik dan akomodatif terhadap mereka dan pikiran-pikiran mereka. (Toleransi dan sikap akomodatif Islam ini ternyata kelak menimbulkan situasi ironis di zaman moderen, akibat adanya kolonialisme Barat, seperti adanya hubungan tidak mudah antara kaum Muslim dengan kaum Yahudi di Palestina, dengan kaum Maronite di Libanon, dan dengan kaum Koptik di .Mesir).

Toleransi dan keterbukaan orang-orang Islam dalam melihat kaum agama lain, khususnya Ahli Kitab tersebut mendasari adanya interaksi intelektual yang positif di kalangan mereka, dengan sedikit sekali kemasukan unsur prasangka yang berlebihan. Disamping itu, dan sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan kita tentang Islam dan pengembangan ilmu pengetahuan yang lalu, kelebihan orang-orang Muslim Arab itu ialah kepercayaan kepada diri sendiri yang sedemikian mantap. Kemantapan itu kemudian memancar pada sikap-sikap mereka yang positif kepada bangsa-bangsa dan budaya-budaya lain, dengan kesediaan yang besar untuk menyerap dan mengadopsinya sebagai milik sendiri. Posisi psikologis yang menguntungkan itu berada tidak hanya dalam hubungannya dengan kaum Ahli Kitab yang memang dekat dengan orang-orang Muslim, tetapi juga dengan kelompok-kelompok keagamaan lain seperti kaum Majusi (orang-orang Persi pengikut ajaran Zoroaster) dan kaum Sabean dari Harran, di utara Mesopotamia. Sebab sekalipun ilmu pengetahuan Yunani merupakan bagian paling penting ilmu pengetahuan yang diserap orang-orang Muslim Arab, namun mereka ini juga dengan penuh kebebasan dan kepercayaan diri menyerap dari orang-orang Majusi dan Sabean tersebut tadi, bahkan juga dari orang-orang Hindu dan Cina. Karena futuhat, bangsa-bangsa non-Muslim itu berada dibawah kekuasaan politik orang-orang Arab Muslim. Tetapi biarpun orang-orang Arab itu memiliki keunggulan militer dan politik, mereka tetap menunjukkan sikap-sikap penuh penghargaan dan pengertian kepada bangsa-bangsa dan budaya-budaya (termasuk agama-agama) yang mereka kuasai. Hasilnya ialah, seperti dikatakan Halkin sebagai berikut (kutipan yang penting untuk memahami pembahasan):

...It is to the credit of the Arabs that although they were the victors militarily and politically, they did not regard the civilization of the vanquished lands with contempt. The riches of Syrian, Persian, and Hindu cultures were no sooner discovered than they were adapted into Arabic. Caliphs, governors, and others patronized scholars who did the work of translation, so that a vast body of non-Islamic learning became accessible in Arabic. During the ninth and tenth centuries, a steady flow of works on Greek medicine, physics, astronomy, mathematics, and philosophy, Persian belles-lettres, and Hindu mathematics and astronomy poured into Arabic.[5]

(...Adalah jasa orang-orang Arab bahwa sekalipun mereka itu para pemenang secara militer dan politik, mereka tidak memandang peradaban negeri-negeri yang mereka taklukkan dengan sikap menghina. Kekayaan budaya-budaya Syria, Persia, dan Hindu mereka salin ke bahasa Arab segera setelah diketemukan. Para khalifah, gubernur, dan tokoh-tokoh yang lain menyantuni para sarjana yang melakukan tugas penterjemahan, sehingga kumpulan ilmu bukan-Islam yang luas dapat diperoleh dalam bahasa Arab. Selama abad-abad kesembilan dan kesepuluh, karya-karya yang terus mengalir dalam ilmu-ilmu kedokteran, fisika, astronomi, matematika, dan filsafat dari Yunani, sastra dari Persia, serta matematika dan astronomi dari Hindu tercurah ke dalam bahasa Arab).

Interaksi intelektual orang-orang Muslim dengan dunia pemikiran Hellenik terutama terjadi antara lain di Iskandaria (Mesir), Damaskus, Antioch dan Ephesus (Syria), Harran (Mesopotamia) dan Jundisapur (Persia). Di tempat-tempat itulah lahir dorongan pertama untuk kegiatan penelitian dan penterjemahan karya-karya kefilsafatan dan ilmu pengetahuan Yunani kuna, yang kelak kemudian didukung dan disponsori oleh para penguasa Muslim.

Suatu hal yang patut sekali mendapat perhatian lebih besar di sini ialah suasana kebebasan intelektual di zaman klasik Islam itu. Interaksi positif antara orang-orang Arab Muslim dengan kalangan bukan-Muslim itu dapat terjadi hanya dalam suasana penuh kebebasan, toleransi dan keterbukaan. Sebab meskipun orang-orang Arab itu mempunyai ajaran agamanya yang sangat tegas dan gamblang, dengan penuh lapang dada membiarkan semua kegiatan intelektual di pusat-pusat yang ada sejak sebelum kedatangan dan pembebasan oleh mereka. Seperti dikatakan oleh C.A. Qadir:

"...the centers of learning led by the Christians continued to function unmolested even after they were subjugated by the Muslims. This indicates not only the intellectual freedom that prevailed under Muslim rule in those days, but also testifies to the Muslims' love of knowledge and the respect they paid to the scholars irrespective of their religion."[6]

(...pusat-pusat pengajaran yang dipimpin oleh orang-orang Kristen terus berfungsi tanpa terusik bahkan setelah mereka itu ditaklukkan oleh orang-orang Muslim. Ini menunjukkan tidak saja kebebasan intelektual yang terdapat di mana-mana di bawah pemerintahan Islam zaman itu, tetapi juga membuktikan kecintaan orang-orang Muslim kepada ilmu dan sikap hormat yang mereka berikan kepada para sarjana tanpa mempedulikan agama mereka).

Interaksi intelektual itu memperoleh wujudnya yang nyata semenjak masa dini sekali sejarah Islam. Disebut-sebut bahwa al-Harits ibn Qaladah, seorang Sahabat Nabi, sempat mempelajari ilmu kedokteran di Jundisapur, Persia, tempat berkumpulnya beberapa failasuf yang dikutuk gereja Kristen karena dituduh telah melakukan bid'ah. Disebut-sebut juga bahwa Khalid ibn Yazid (ibn Mu'awiyah) dan Ja'far al-Shadiq sempat mendalami alkemi (al-kimya) yang menjadi cikal-bakal ilmu kimia moderen.[7] Bahkan seorang khalifah Bani Umayyah, Marwan ibn al-Hakam (683-685 M), memerintahkan agar buku kedokteran oleh Harun, seorang dokter dari Iskandaria Mesir, diterjemahkan dari bahasa Suryani (Syriac) ke bahasa Arab.[8]

Harus diketahui bahwa dalam pembagian ilmu pengetahuan zaman itu, baik ilmu kedokteran maupun alkemi, sebagaimana juga metafisika, matematika, astronomi, bahkan musik dan puisi, dan seterusnya, termasuk falsafah. Sebab istilah falsafah itu, dalam pengertiannya yang luas, mencakup bidang-bidang yang sekarang bisa disebut sebagai "ilmu-pengetahuan umum", yakni, bukan "ilmu pengetahuan agama", yaitu dunia kognitif yang dasar perolehannya bukan wahyu tetapi akal, baik yang dari penalaran deduktif maupun yang dari penyimpangan empiris. Ini penting disadari, antara lain untuk dapat dengan tepat melihat segi-segi mana dari sistem falsafah itu yang kontroversial karena dipersoalkan oleh kalangan ortodoks. Umumnya mereka ini, seperi Ibn Taymiyyah dan lain-lain, menolak yang bersifat penalaran murni dan deduktif, dalam hal ini khususnya metafisika (al-falsafah al-ula), karena dalam banyak hal menyangkut bidang yang bagi mereka merupakan wewenang agama. Tetapi mereka membenarkan yang induktif dan empiris.









TAKAFUL IJTlMA'I

Telah kita katakan bahwa Islam menuntut kepada setiap orang yang mampu bekerja hendaklah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Tetapi ada di antara anggota masyarakat yang tidak mampu bekerja, sehingga mereka tidak berpenghasilan. Ada juga yang mampu bekerja, tetapi tidak mendapatkan lapangan kerja sebagai sumber ma'isyah mereka dan pemerintah sendiri tidak mampu untuk mempersiapkan lapangan kerja yang sesuai bagi mereka. Ada pula yang sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain.

Maka bagaimana peran sistem Islam terhadap mereka itu? Apakah akan membiarkan mereka untuk menjadi umpan kemiskinan dan kebutuhan yang siap menerkamnya? Atau memberikan solusi terhadap problematika mereka?

Jelas bahwa sistem Islam tidak membiarkan mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi berupaya mewujudkan bagi mereka kehidupan yang layak. Di antaranya dengan konsep-konsep berikut ini:
1. Memberikan nafkah kepada sanak kerabat

Islam telah mewajibkan atas seseorang yang berkecukupan untuk memberi nafkah kepada keluarganya yang membutuhkan, sebagai bentuk silaturrahim dan pemenuhan kewajiban yang dibebankan kepadanya, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT,

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknnya kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." (Al Isra': 26)

Barangsiapa yang tidak melaksanakan kewajiban ini untuk keluarganya, maka ia terkena hukuman. Adapun mengenai syarat-syarat memberikan nafkah, ukurannya, siapa yang wajib dan siapa yang tidak wajib, para fugaha' mempunyai rincian yang detail mengenai ini semua. Kita bisa menunjuk dalam bab "Nafaqaat" dari kitab-kitab fiqih yang ada.
2. Kewajiban zakat

Zakat merupakan faridhah maliyah (kewajiban berkenaan dengan harta) dan bersifat sosial. Dia merupakan rukun yang ketiga dari rukun Islam. Barangsiapa yang tidak mau menunaikan zakat karena pelit maka ia dita'zir (hukuman yang mendidik) atau diambil secara paksa. Apabila ia memiliki kekuatan untuk melawan, maka diperangi sampai takluk dan mau melaksanakannya. Apabila secara terang-terangan ia mengingkari akan wajibnya, sedang dia bukan orang yang baru dalam berislam, maka pantaslah dihukumi murtad dan keluar dari agama Islam.

Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah (negara) berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para pegawai zakat yang di sebut dengan istilah "Badan Amil Zakat." Karena itulah Rasulullah SAW mengatakan, "Dipungut dari aghniya' (orang-orang kaya) mereka (kaum Muslimin), kemudian diberikan kepada fuqara' (kaum Muslimin)" sehingga seakan seperti pajak yang dipungut, bukan tathawwu' (sedekah) yang diberikan dengan kerelaan hati.

Zakat dalam banyak hal berbeda dengan pajak yang diambil dari para pekerja dan usahawan sampai para pedagang kaki lima para pegawai untuk membiayai kepentingan pemerintah dan perangkatnya. Sering kita lihat bahwa dalam prakteknya pajak itu diambil dari kaum fuqara' untuk diberikan kepada aghiya'.

Ungkapan Rasulullah SAW "Diambil dari aghniya' mereka dan diberikan kepada fuqara' mereka" ini menunjukkan bahwa zakat tidak lain kecuali memberikan harta ummat -dalam hal ini dilaksanakan oleh orang-orang kaya- kepada ummat itu sendiri yaitu orang-orang fakir mereka. Dengan demikian maka zakat adalah dari ummat untuk ummat, dari tangan yang diberi amanat harta kepada tangan yang membutuhkan, dan kedua tangan itu baik yang memberi atau yang mengambil merupakan dua tangan yang ada pada satu orang, satu orang itu adalah ummat Islam.19)

Zakat diwajibkan pada setiap harta yang aktif atau siap dikembangkan, yang sudah mencapai nishab dan sudah mencapai satu tahun serta bersih dari hutang. Ini berlaku pada binatang ternak, emas, perak dan harta dagangan. Ada pun pada tanaman dan buah-buahan wajib ketika panen, dan pada tambang dan barang temuan purbakala maka wajib ketika menemukan.

Islam tidak menetapkan nishab itu suatu jumlah yang besar, agar ummat ikut serta dalam menunaikan zakat dan menjadikan prosentase yang wajib dizakati sederhana. Yaitu 2,5 % pada emas, perak dan barang perdagangan, 5% untuk tanaman yang disiram memakai alat, 10 % untuk yang disiram tanpa alat, dan 20 % untuk rikaz (barang temuan purbakala) dan tambang. Semakin besar kepayahan seseorang maka semakin ringan kadar zakatnya.
3. Pemasukan Negara yang lainnya

Apabila zakat belum mencukupi seluruh kebutuhan orang-orang fakir, maka masih ada pemasukan Daulah Islamiyah untuk mencukupi dan menjamin kebutuhan mereka, yaitu dari lima persen (5 %) harta rampasan (ghanimah) atau dari harta Fai' dan hasil bumi dan yang lainnya. Allah SWT berfirman,

"Ketahuilah, sesungguhnnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesunggahnnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil..." (Al Anfal:41)

Tentang Fai' Allah SWT berfirman:

"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian ..." (Al Hasyr: 7)

Di antaranya termasuk juga apa yang dimiliki oleh negara berupa sumber minyak, tambang, lahan pertanian dan perkebunan dan yang lainnya dari apa saja yang menjadi income negara yang cukup besar.

Negara dalam Islam tidak hanya bertanggungjawab terhadap masalah keamanan saja, akan tetapi juga bertanggungjawab atas pemeliharaan terhadap orang-orang lemah dan orang-orang yang membutuhkan serta menjamin kehidupan yang layak untuk mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:

"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya)..." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Demikianlah Rasulullah SAW menjelaskan kepada kita. Sebagai pemimpin kaum Muslimin, beliau bertanggungjawab atas seluruh ummat, terutama orang-orang yang beriman. Maka barangsiapa dari mereka meninggalkan harta maka itu untuk ahli warisnya, dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau anak-anak terlantar yang terancam oleh kefakiran dan keyatiman, itu kembali kepada Rasul, dan Rasul pun memperhatikannya.

Umar berkata tentang harta negara, "Tidak seorang pun kecuali dia berhak memperoleh harta ini."

Umar telah mewajibkan dari Baitul Maal gaji untuk seorang Yahudi yang dilihat meminta-minta di pintu. Demikian menetapkan untuk tiap anak yang dilahirkan dalam Islam pemberian santunan yang terus bertambah seiring dengan semakin tumbuh dan dewasanya mereka.
4. Hak-hak lain di dalam harta

Apabila zakat belum mencukupi -begitu pula pemasukan-pemasukan yang lainnya- untuk menanggung kehidupan orang-orang fakir, maka wajib bagi orang-orang kaya di masyarakat untuk mencukupi mereka. Karena bukanlah seorang mukmin itu orang yang semalaman perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan. Bukan pula seorang mukmin itu orang yang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. Oleh sebab itu jika mereka mampu mengamalkan ini semua karena kesadaran mereka dan karena dorongan iman dan taqwa, maka itu lebih baik dan lebih kekal. Sebagaimana Nabi SAW menceritakan kepada kita tentang kaum "Asy'ariyyiin."

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya kaum "Asy'ariyyiin" itu apabila hendak berangkat berperang, atau karena perbekalan keluarga mereka habis di kota Madinah, mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka di dalam satu baju, kemudian membagi-bagi di antara mereka dalam satu tempat secara sama rata, mereka adalah bagian dariku dan aku bagian dari mereka" (HR. Bukhari Muslim)

Apabila masyarakat tidak bisa berbuat sesuatu dari kesadaran mereka untuk memperhatikan orang-orang fakir, maka imam (pemimpin)lah yang mewajibkan kepada para aghniya' untuk mencukupi mereka. Sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW, "Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak (kewajiban) selain zakat." Ini juga dikuatkan oleh Al Qur'an sebagai berikut:

"Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menurunkan zakat." (Al Baqarah: 177)

Ayat tersebut memisahkan antara memberikan harta kepada yang membutuhkannya -yaitu sanak kerabat, anak-anak yatim dan seterusnya- dengan menunaikan zakat, ini menunjukkan bahwa keduanya merupakan hak (kewajiban) dalam harta.

Akan tetapi zakat itu merupakan hak yang bersifat rutin, tetap dan terbatas (ditentukan). Adapun kewajiban-kewajiban lainnya lebih bersifat sewaktu-waktu diperlukan, dan tidak ada batas tertentu dan tidak pula waktu tertentu.

Apabila tidak menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut secara rela, maka mereka akan dipaksa untuk mengeluarkannya.

Utsman bin Affan berkata, "Sesungguhnya Allah akan mencabut melaIui penguasa terhadap sesuatu yang tidak bisa dicabut dengan Al Qur'an."
5. Shadaqah Sunnah

Di dalam menegaskan masalah takaful (saling menanggung), Islam tidak hanya membatasi pada undang-undang yang bersifat wajib, tetapi juga mendidik seorang Muslim untuk berkurban, meskipun tidak diminta dan untuk berinfaq meskipun tidak diwajibkan kepadanya, dan bahwa harta dan dunia bagi mereka adalah kecil. Islam juga memperingatkan pemiliknya dari sifat pelit dan kikir, sebaliknya mendorong untuk berinfaq, baik dalam keadaan suka maupun duka, di waktu lapang ataupun sempit, rahasia maupun terang-terangan. Islam menjanjikan ganti berupa karunia Allah di dunia dan pahala di akhirat kelak. Allah berfirman:

"Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia..." (Al Baqarah: 268)

"Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (Saba': 39)

"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (Al Baqarah: 274)