Kamis, 30 Oktober 2008

Pasrah ???

Ketika terjadi banjir seorang yang meras dirinya sangat dekat dengan tuhan terus berdoa di dalam rumah, waktu itu air sudah didepan pintu, tetangga mengajaknya untuk mengungsi namun dia tidak mau dia pasrah dan menerima kehendak Yang Kuasa, kemudian air mulai masuk kedalam rumah dia pindah keatas sofa dan terus berdo’a, lagi – lagi tetatangga yang hendak pergi mengungsi mengajaknya pergi, namun dia tetap keukeuh tidak mau dan dengan jawaban yang sama, air makin naik dan dia naik keatas meja lalu berdoa, kali ngga ada yang mengajak dia untuk mengungsi, lama – lama air terus naik dan akhirnya dia berhenti berdo’a dan berteriak minta tolong, tapi semua sudah terlambat, tetangga sudah tidak ada semua sudah mengungsi dan akhirnya dia mati tenggelam.
Apa yang bisa kita ambil dari cerita diatas, “Pasrah” atau “putus asa” ? sering kita salah mengartikan dan menempatkan kata pasrah, padahal itu bukan pasrah tapi putus asa, seorang pengangguran yang menunggu panggilan kerja dari satu perusahaan yang dia kirimi lamaran tanpa mencoba untuk mencari ke perusahaan lain apakah itu disebut pasrah.
Menurut saya pasrah adalah dimana kita selalu berdoa kepada tuhan tapi kita terus berusaha untuk mendapatkan apa yang kita do’akan, tapi kalau kita hanya terus berdoa’a tanpa berusaha saya pikir itu adalah putus asa.
“Sesungguhnya tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali atas usaha mereka”. Jadi apa yang kita lakukan saat ini adalah jalan untuk meraih apa yang kita inginkan apapun keinginan itu, kita bermalas – malasan karena kita tidak punya keinginan.








Selasa, 28 Oktober 2008

Mengakui kegagalan

"Kita harus bersedia menerima kegagalan sebagai peluang untuk
belajar, berkembang, memperbaiki diri, membuat permulaan baru, dan
bahkan mengakhiri keterpurukan dan sikap menyerah kita."
-- Charles W. McCoy Jr., dalam bukunya 'Why Didn't I Think of That'

DIA sungguh seksi. Bening dan menggairahkan. Siapa pun yang
melihatnya, pasti ingin menjamahnya. Jangan salah, dia bukanlah
seorang gadis. Dia bernama Macintosh. Tak ada yang menyangkal dengan
kecantikan dan kecanggihan komputer keluaran dari Apple tersebut.
Tapi, siapa dapat menduga, perusahaan ini tumbuh dari sebuah
kegagalan. Tidak saja dalam menciptakan alat tersebut, tapi juga
lika-liku laki-laki si pemiliknya, Steve Jobs.

Sekarang marilah kita kembali ke tahun 1976. Dan tengoklah ke dalam
garasi milik keluarga Jobs. Di sana, dua anak muda yang kebetulan
sama-sama bernama Steve, yaitu Jobs dan Wozniak, tengah asyik
mengutak-atik komputer yang bernama Apple 1.

Singkat cerita, perusahaan ini berkembang seperti pohon rambutan di
musim panas. Cepat berbuah dan manis. Hasilnya, perusahaan ini
tumbuh pesat menjadi a big company. Jobs pun merasa tidak kuasa lagi
mengendalikannya. Pada 1983, dia merekrut John Sculley, dari
perusahaan Pepsi-Cola, untuk memimpin Apple Computer.

Sculey memang pemimpin jempolan. Dia sendiri kemudian menemukan
ketidakcocokan dengan Jobs, yang mudah emosi dan berubah pikiran.
Dua tahun kemudian, karena banyak ulah, dia pun memecat Jobs dari
jabatannya dan mengusirnya dari Apple.

Tragis nian. Orang yang mendirikan perusahaan ternyata harus
hengkang dari rumahnya sendiri. Sedih? So pasti. Tak hanya menyesal
seumur-umur, Jobs pun mengakui kegagalannya selama memimpin di
Apple. Walau sudah begitu, keinginan untuk kembali ke Apple ditolak
oleh para petingginya.

Namun Jobs tak berlama-lama merenungi kegagalannya. Setelah keluar
dari Apple, ia mendirikan sebuah perusahaan komputer lagi, NeXT
Computer, yang juga tergolong maju dalam hal teknologi. Meski pun
canggih, NeXT tidak pernah menjadi terkenal, kecuali di lingkup
riset sains.

Di tahun 1986, Jobs bersama Edwin Catmull mendirikan Pixar, sebuah
studio animasi komputer di Emeryville, California. Satu dekade
kemudian, Pixar berkembang menjadi terkenal dan berhasil dengan film
terobosannya, Toy Story. Sejak saat itu Pixar telah menelurkan film-
film yang memenangkan Academy Award, seperti Finding Nemo dan The
Incredibles. Perusahaan itu kemudian membeli NeXT seharga US$429
juta di tahun 1996. Dan di tahun itu pula, Apple membawa Jobs
kembali ke perusahaan yang ia dirikan.

Kisah Jobs menjadi teramat manis. Dia merupakan sedikit orang yang
gagal dalam pendidikan. Dia tak pernah tamat kuliah, namun berhasil
menjadi satu CEO tersukses.

Itulah sekelumit cerita mengenai kegigihan Steve Jobs, pendiri
Apple. Ketika memberikan pidato di Stanford University, Juni 2005,
Jobs berterus terang soal kegagalannya di Apple, katanya, "Saya
gagal mengambil kesempatan." Lebih lanjut, Jobs mengatakan, "Apa
yang terjadi di Apple sedikit pun tak mengubah saya. Saya telah
ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya memutuskan untuk mulai
lagi dari nol." Dari cerita ini tergambar jelas, Jobs tak malu
mengakui kegagalannya. Ia tak mau menyerah begitu saja. Kemudian
Jobs memperbaiki dan mengevaluasi kegagalannya untuk kemudian meraih
sukses di tahun-tahun berikutnya.

Bagaimana dengan kita? Tentunya kita sering kali mendapatkan
kegagalan. Dalam hal apa saja. Termasuk mungkin, gagal dalam cinta.
Gagal dalam berbisnis. Gagal dalam pekerjaan. Gagal dalam mendidik
anak. Atau bahkan, gagal dalam membina rumah tangga.

Sejatinya, kegagalan merupakan suatu hal yang manusiawi. Kegagalan
bukanlah sesuatu hal yang buruk. Jadi, mengapa harus malu.
Masalahnya, apakah kita berani untuk mengakui suatu kegagalan.

Mengakui kegagalan memang bukanlah perkara yang mudah. Orang yang
dengan tulus mengakui kegagalannya, sudah tentu memiliki jiwa besar.
Karena tidak mudah untuk mengakui suatu kegagalan, maka diperlukan
tingkat keberanian tersendiri dan kejujuran yang paling dalam.

Mengakui kegagalan juga membuka peluang alternatif terbukanya jalan
lain. Kita pun tak hanya terpaku pada satu jalan. Dan seperti yang
dialami Jobs, mengakui kegagalan juga memberikan pelajaran yang
lebih baik lagi untuk tidak mengulangi kesalahan pada hal yang sama.

Ketika kita mengakui kegagalan, niscaya kita akan melihat seluruh
perjalanan yang sudah kita lalui dengan jernih. Alhasil, langkah
untuk memperbaikinya dan mengubahnya menjadi lebih ringan
dilakukan. Namun tentu saja, hal itu harus dibarengi dengan langkah-
langkah untuk membuat perubahan. Setelah mengetahui letak
kesalahannya, langkah selanjutnya yang ditempuh ialah mengatur
kembali rencana berikutnya.

Mengakui kegagalan, bukanlah 'gagal, titik sampai disini'. Bukan
titik, melainkan koma. Mengakui kegagalan bukanlah suatu
pemberhentian akhir, melainkan suatu terminal transit menuju
perjalanan berikutnya yang lebih baik. (150908)

Sumber: Mengakui Kegagalan oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di
Jakarta







Senin, 27 Oktober 2008

Mencari Tuhan

Kemarin sewaktu aku pulang dari LT3 prudential di gedung kosgoro aku naik bus mayasari sari bakti
jurusan Blok M - Cikarang, emang ngga biasanya aku pulang LT langsung buru - buru cari mobil
tapi karena kulihat langit makin gelap dan kebetulan juga jakarta habis hujan ya mending aku cepet - cepet
cari kendaraan. Pikirku kalau sudah di kendaraan mau hujan ya seterah.

Akhirnya gerimis mulai turun cemas juga sih, aku nunggu di seberang halte busway bung karno, dan akhirnya
hujan turun juga dan pas mayasari 121 muncul. ya akhirnya dapat juga kendaraan. Singkatnya setelah naik
aku langsung cari tempat duduk yang pas biar bisa tidur, dan benar akupun tertidur.

Sedang asyiknya tidur tiba - tiba kaget dan terbangun, suara petir itu ternyata datang dari mulut seorang seniman
sastra jalanan. saya coba dengerin sastra yang sedang dia bawakan, saya pikir isinya sangat menyentuh tentang
pencarian tuhan.

saya berpikir seandainya hal itu bukan diungkapkan melalui seorang pengamen melainkan oleh seorang
ulama atau pemuka agama, saya yakin penumpang bisa akan menangis, tapi kenyataannya lain padahal isinya
adalah benar - benar menyentuh.

Mungkin kalau kita jujur, kapan sih kita benar - benar paham dan percaya akan adanya tuhan ????? kita bilang kita
percaya tuhan, tapi kenyataannya kita sering melakukan hal - hal yang jelas - jelas dilarang tuhan. Kita mengaku
beragama tapi lebih banyak karena keturunan. kita lebih takut miskin dari pada takut kepada tuhan, kita lebih senang
mendekati atasan dari pada mendekati tuhan. Lalu apa maksudnya kita percaya akan tuhan ???

Kita tahu hukuman akan amarah tuhan lebih besar dan lebih menakutkan dari pada hukuman negara maupun atasan kita
tapi kenapa kita tidak pernah merenung agar jiwa kita bisa sesekali benar - benar bertuhan.

Rumah jiwa

Kediamanmu akan menjadi tempat tinggal jika membuat Anda dan jiwa
yang tinggal di dalamnya merasa tentram. "
-- Phillip Moffitt, penulis dan pendiri Life Balance Institute,
tinggal di Amerika

INI satu kisah tentang sembilan bersaudara yang telah berhasil dalam
meraih karir dan cita-cita yang diimpikan. Dari kesembilan
bersaudara tersebut, hanya seseorang yang memiliki rumah sangat
sederhana. Delapan bersaudara yang lain, rumahnya tergolong mewah
dan lapang. Bahkan berlantai dua. Lantas, ada apa dengan rumah
sederhana itu?

Rumah itu tak luas. Tergolong rumah mungil dengan nama generik: tipe
36. Namun kok anehnya, orang yang tinggal di sana selalu berwajah
ceria, senang, dan hampir tak ada cekcok.

Tidak hanya itu. Di waktu-waktu tertentu, saat liburan sekolah tiba,
rumah sederhana itu tiba-tiba penuh sesak dengan anak-anak. Usut
punya usut, mereka adalah keponakan si empunya rumah, Pak Joko,
itulah nama pemilik rumah sederhana itu. Mereka datang ke sana, dari
berbagai tempat. Dalam setiap acara dan kegiatan, para saudara dekat
dan jauh mereka, lebih senang memilih dan menginap di rumah
tersebut. Bukan semata karena mereka tak punya uang untuk sekadar
menginap di rumah yang sempit itu. Dengar-dengar, ayah mereka hidup
berkecukupan.

Pernah beberapa kali, ketika kakak dan adiknya Pak Joko mengadakan
hajatan dan menyediakan lantai duanya yang lebih lapang dengan
beberapa kamar untuk menginap, mereka malah memilih untuk menginap
di rumah Pak Joko. Mereka pun diantar ke rumah itu dengan mobil yang
masih mengilap dan baru modelnya.

Tapi memang begitulah faktanya. Mereka justeru lebih senang jika
bertandang dan bertamu ke rumah Pak Joko walau rumahnya tergolong
sederhana. Itulah yang dirasakan saudara-saudara Pak Joko. Ya, tapi
kenapa mereka mau berdesakan di sana?

Pakde Joko, begitulah mereka memanggilnya. Pria berambut keriting
dengan kacamata yang selalu nangkring di hidungnya itu punya cara
asoy untuk menjadikan rumahnya selalu membuat betah pengunjungnya.

Pak Joko tak pernah menyuguhkan kemewahan dan fasilitas layaknya
hotel berbintang lima. Keluarga Pak Joko hidup secara sederhana.
Jika tamu-tamu datang, Pak Joko beserta isterinya hanya menyuguhkan
minuman teh dan kopi panas ditambah makanan khas daerah.

Tetapi yang paling penting yang diberikan Pak Joko kepada tamu-
tamunya ialah sikapnya yang justru membentuk rumahnya yang sederhana
menjadi rumah jiwa. Rumah jiwa, rumah yang diisi oleh keramahan,
ketulusan, kesederhanaan, kenyamanan, dan keikhlasan yang
ditampilkan oleh Pak Joko beserta keluarganya.

Keramahan. Itulah yang dilakukan Pak Joko setiap kali menerima
saudara dan tamunya. Pak Joko selalu menyambut dengan penuh
kehangatan. Dengan tawa dan senyum yang tak pernah lepas setiap kali
ia berjumpa dengan orang lain. Pak Joko sendiri memang pandai
bergaul kepada setiap orang. Berbicara dengan penuh canda dan
persahabatan kepada setiap orang tanpa kecuali.

Ketulusan. Pak Joko tak pernah menolak bahkan mengeluh sedikitpun
kepada siapa saja yang bertandang ke rumahnya. Ia tak pernah
membedakan status seseorang yang hadir di rumahnya. Semua ia layani
dengan penuh ketulusan.

Kesederhanaan. Itu jugalah yang ada pada keseharian Pak Joko.
Hidupnya betul-betul sederhana, jauh dari kemewahan. Ia melayani
saudara dan tamunya apa adanya. Pak Joko tak pernah membuat sesuatu
menjadi ada kalau memang tidak ada, atau istilahnya, mengada-ada
yang tidak ada. Begitu juga sebaliknya, Pak Joko tak pernah
menyembunyikan yang ada menjadi tidak ada. Malah, saudaranya yang
selalu membawakan oleh-oleh dan panganan ringan untuk disantap
bersama.

Kenyamanan. Setiap orang yang berkunjung ke rumahnya selalu merasa
nyaman. Kalau orang seberang bilang, feel like at home. Merasakan
seperti rumah sendiri.

Dan ini yang paling penting, keikhlasan. Pak Joko selalu menerima
siapa saja yang hadir di rumahnya dengan penuh keikhlasan. Tanpa
pamrih sekalipun.

Dengan kata lain, rumah Pak Joko merupakan pantulan jiwa Pak Joko
sendiri. Memang begitulah sejatinya sebuah konsep rumah. Bukan dalam
pengertian fisik rumah itu sendiri. House is not a home but home is
more than a house. Rumah bukanlah sebuah tempat tinggal biasa,
tetapi lebih dari itu.

Rumah yang baik adalah rumah yang diisi oleh jiwa-jiwa yang baik.
Jiwa-jiwa yang penuh dengan ketenangan. Penuh ketulusan, keikhlasan,
dan memiliki kedamaian. Itulah mengapa ada istilah `rumahku adalah
surgaku'. Atau kalau orang bule bilang, `home sweet home'. Setiap
orang yang merasa harus pergi dari rumah tersebut karena sudah
waktunya, akan merasakan ingin kembali lagi.

Sebuah rumah juga haruslah dapat memberikan unsur surgawi dan
inspiratif bagi pemiliknya. Pribadi-pribadi dalam rumah itulah yang
harus dapat mengekspresikannya. Menjadikannya sebagai rumah jiwa
yang indah. Bila itu terjadi, sekecil atau sebesar apa pun suatu
rumah, maka akan memberikan keteduhan dan ketenteraman bagi para
penghuninya. 'A house is a home when it shelters the body and
comforts the soul' atau dapat dikatakan, kediamanmu akan menjadi
tempat tinggal jika membuat Anda dan jiwa yang tinggal di dalamnya
merasa tentram.

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda membangun rumah jiwa disana?


Tersenyum dari hati

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni
Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana
. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur
hidup.


Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan
setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama 'Smiling.'
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya
kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi
mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan
didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan
selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini
sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak
bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi
kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya
sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian,
saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil
mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak
setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang
yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat
mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya
membaui suatu 'bau badan kotor' yang cukup menyengat, ternyata tepat
di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!
Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang
'tersenyum' kearah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan
kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya
dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa 'Good day!' sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.
Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh
saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang
memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.
Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah 'penolong'nya. Saya
merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian
itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja
sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin
saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan 'Kopi saja, satu cangkir Nona.'
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh
mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di
dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli
sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan
badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang
hampir semuanya sedang mengamati mereka.. Pada saat yang bersamaan,
saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga
sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan'
saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum
dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam
nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke
meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan
lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua
lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu
di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak
tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap 'makanan ini
telah saya pesan untuk kalian berdua.'

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai
basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata 'Terima kasih banyak,
nyonya.'
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya
berkata 'Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,
Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu
ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian.'

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan
meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya
mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata 'Sekarang
saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang
pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! ' Kami
saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2
bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah
mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang
lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka
satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat
tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan
berucap 'Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami
semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan
olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi
kepada kami.'

Saya hanya bisa berucap 'terimakasih' sambil tersenyum. Sebelum
beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah
kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin
kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu
melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya
merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang
tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh
saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih
sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini
ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan
keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya
ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, 'Bolehkah saya
membagikan ceritamu ini kepada yang lain?' dengan senang hati saya
mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari
kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun
mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah
menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam
membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah
itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu
berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang
didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan
perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya
dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya
.

'Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa
'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu.'

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku,
dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai
mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah
saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: 'PENERIMAAN TANPA
SYARAT.'

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi
oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan
memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana
cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG
KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA,
DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda,
teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat'
yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita
ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun)
bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari
kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan
JEJAK di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk
berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan
uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan
kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan
kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap
hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke
dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa
mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi
orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri







Jumat, 24 Oktober 2008

Jika Dokter Mengatakan "Tidak Ada Harapan"

Sebuah cerita by: agussyafii

Di rumah bercat putih itu saya diundang oleh satu keluarga. Ibu dari
pemilik rumah itu cukup ramah. Hari itu kehadiran saya untuk memenuhi
undangan tasyakuran. Sambil menunggu tamu lainnya datang saya
mendengarkan penuturan sang ibu. Katanya sejak setahun yang lalu
suaminya terbaring koma dirumah sakit. hampir seminggu dua kali
dirinya dan putrinya selalu menjenguk kondisi suaminya tidak berubah.
Kesembuhan suaminya kata dokter, "tidak ada harapan." Bahkan sang
dokterpun sudah menyerah. selalu saja sang ibu menyakini "Alloh al
Musta'an." (Allohlah tempat meminta pertolongan).

Sampai suatu hari ditengah kunjungannya melihat posisi tidur suaminya
mulai berubah. tanda-tanda tersadar nampak dari gerakan. terbuka
kelopak matanya membuat derai airmatanya bercururan. akhirnya alat
bantu pernapasannya juga dicopotnya. Dokter terheran bagaiamana
mungkin ini bisa terjadi.

"Doa apa yang ibu mohonkan untuk kesembuhan bapak?" tanya saya.

"Saya pergi mengunjungi rumah anak yatim, membantu dan mengurus orang
tuanya yang janda sedang sakit dengan tujuan bertaqarrub kepada Alloh.
supaya Alloh SWT memberikan kesembuhan kepada suami saya." Jawabnya.
Dengan mata yang berkaca-kaca, ibu itu mengatakan, "Alloh tidak
menyia-nyiakan harapan dan doa saya."

Dari cerita itu saya memahami bahwa ibadah sholat, doa, dan
mengeluarkan shodaqoh dan bertaqarrub kepada Alloh dengan kita
membantu orang lain yang sedang kesusahan.Maka Alloh SWT akan
menyelesaikan masalah kita sebab hanya Allohlah sang penolong kita.

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al Baqarah
2:186).








Kapan ?

Mungkin ada sesuatu yang selalu anda inginkan atau kerjakan? Sebuah
hasrat untuk mengerjakan sesuatu yang anda cita-citakan. Kapan mulainya?
Mengapa anda tidak coba mengerjakannya hari ini?

Hari ini adalah waktu yang paling sempurna untuk memulainya. Dari semua
hari yang tersisa di sepanjang hidup anda, tidak ada waktu yang lebih
tepat daripada hari ini.

Mau mulai kalau persiapannya sudah sempurna? Waa... bakalan nggak
mulai-mulai deh. Mulai saja dari apapun yang anda anggap tidak sempurna.
Perbaiki satu demi satu sepanjang jalan dan apa yang anda inginkan akan
terwujud. Sebuah masterpiece atau karya besar tidak tercipta dengan
sekali jalan.

Memulai sesuatu itu sangat mudah. Semuanya ada di dalam jangkauan anda,
termasuk hari ini. Jadi tunggu apalagi? Yang paling penting adalah mulai
sekarang juga karena andalah pemilik hari ini.