Selasa, 17 Juli 2018

ASN dan Kinerja

Hari ini pengin cuap-cuap soal ASN karena kebetulan pake seragam KORPRI. Ya ASN atau Aparatur Sipil Negara yang digadang harus menjadi Abdi Negara dan juga Abdi Masyarakat, sebuah kewajiban dan tanggung jawab yang besar tentunya kalau benar-benar faham dengan tugas dan fungsi ASN.
Saya sendiri seorang ASN dan saya tahu tugas dan tanggungjawab saya, tapi pada prakteknya kebanyakan ASN ini beralih fungsi manjadi Abdi Kepala Dinas dengan kadang lebih mengesampingkan tugas dan tanggungjawab sebagai Abdi Masyarakat ini terutama pada ASN yang ditempatkan di lingkungan Dinas atau Badan. Tugas dan tanggungjawab yang diemban ASN tentunya dapat terlaksana manakala level manajerial seperti kepala-kepala juga faham dengan tugas dan tanggungjawab yang diemban oleh bagian atau institusi yang dipimpinnya, namun apa jadinya kalau mereka ga faham.
Level manajerial bahkan mungkin bisa menganggap bahwa di Instansi yang mereka pimpin sebagai lahan bisnis yang bisa dikelola untuk meraih untung sebesar-besarnya dengan resiko yang minimal sekali, artinya mereka dapat penghasilan ganda dari hasil bisnis dan pendapatan resmi. Bernisnis didalam institusi apakah salah ? Nah kalau menurut saya siy ga bisa langsung dibilang salah atau tidak tapi harus dilihat seperti apa model bisnisnya.
ASN nyambi jualan snack atau minuman di dalam kantor tentu tidak salah tapi bagaimana kalau jualan pada saat jam kerja ? Sudah bukan menjadi rahasia lagi kalau waktu kerja ASN di kantor lebih sering luang makanya bisa digunakan untuk belanja, dagang dan lainnya dan apakah itu salah ASN atau salah mekanisme ?
Berbisnis yang parah dalam ASN itu misalkan berebut proyek dinas, mentang-mentang pejabat punya CV punya badan usaha semua proyek dinas diambil alih sehingga pengusaha tidak kebagian lah kalau ini saya sepakat tidak benar, dan seharusnya tidak seperti itu. Memang untuk kinerja saya pikir ASN jauh dibawah kinerja pegawai swasta, kenapa saya ngomong sperti itu karena saya juga dulu pernah bekerja di perusahaan swasta.
Pernah saya dengar dari salah seorang pejabat lulusan STPDN, kalau mau ASN itu bekerja sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya ya harus di pangkas 1 generasi sehingga generasi berikutnya tidak terpengaruh dengan generasi awal yang bobrok. Mekanisme dalam tubuh instansi lah yang saya pikir membuat ASN menjadi curang, manipulasi laporan harian, manipulasi jam kerja dan banyak lainnya.

Minggu, 15 Juli 2018

No Bar

Fenomena piala dunia saat ini mengahadirkan banyak hiburan dadakan, salah satunya adalah NoBar atau Nontong Bareng yang biasanya di adakan di cafe atau rumah makan atau mungkin oleh organisasi kemasyarakatan. Nobar tentunya tidak hanya bertujuan memberikan tontonan kepada komunitas dari penyelenggara tapi tujuan utama NoBar pastinya promo, entah itu promo produk atau menu atau promo tempat dan bisa juga promo diri.
Seandainya kegiatan NoBar diselenggarakan untuk masyarkat umum tentunya baik sehingga masyarakat bisa nonton bareng semua, tapi kalau NoBar hanya untuk kalangan tertentu bagaimana.
Nobar untuk kalangan tertentu seandainya itu diselenggarakan oleh organisasi atau pihak swasta tentu sah-sah saja sebagai media promosi, tapi bagaimana kalau intitusi penerintah menyelenggarakan NoBar tapi untuk kalangan tertentu saja bahkan mungkin hanya untuk pejabat atau pengusaha yang dekat dengan pejabat saja ?
Untuk melaksanakan NoBar tentu butuh biaya minimal ya listrik dan mungkin quota untuk streaming seandainya pemerintah yang melaksanakan dan tidak untuk masyarakat umum apa itu masuk kedalam anggaran belanja, apa biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan itu sah ?.
Nobar seperti itu tentunya ini bukan sinisme atau apa tapi yang jelas ada maksud lain dari acara itu karena pembiayaan bukan untuk masyarakat tapi tidak lebih dari promosi diri kepada pejabat diatasnya, ben keton apiklah.
Kasihan masyarakat, uang negara dalam APBD digunakan bukan untuk hal penting untuk membangun masyarakat tapi digunakan untuk membangun kedekatan dengan atasan atau pejabat, kebutuhan masyarakat tidak terakomodir tapi keinginan bos pasti terakomodir, mana yang lebih penting kebutuhan masyarkat atau keinginan bos ???

Rabu, 11 Juli 2018

Fenomena PPDB online

Saat ini sedang marak dengan fenomena SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), ya dengan pemberlakuan PPDB online dengan sistem zonasi menimbulkan permasalahan bagi orang tua dalam mencari sekolah lanjutan bagi anaknya.
Sistem zonasi mengakibatkan hanya calon peserta didik yang berada dalam area zonasi yang dapat mendaftar pada sekolah tersebut sedangkan calon peserta didik baru yang berada diluar zonasi tentunya tidak dapat mendaftarkan anak pada sekolah tersebut meskipun memiliki nilai ujian yang bagus.
Namun ternyata ada cara lain selain ada area zonasi untuk bisa mendaftar pada sekolah tersebut yaitu SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dan akhirnya masyarakat beramai-ramai membuat SKTM walaupun sebenarnya masuk golongan MAMPU, penyalahgunaan SKTM ini akhirnya membuat Gubernur Jateng memerintahkan kepada seluruh Kepala Sekolah di Jawa Tengah untuk memverifikasi SKTM tersebut.
Sebenarnya kalau saya perhatikan pemberlakuan zonasi ini adalah untuk pemerataan siswa sehingga tidak ada lagi sekolah favorit karena pada dasarnya semua sekolah negeri mendapatkan fasilitas yang sama dari pemerintah, hal ini juga sebenarnya adalah pemiju bagi pengajar untuk lebih meningkatkan kualitas mengajarnya.
Sistem zonasi tidak ada lagi siswa-siswa dengan nilai SKHU yang bagus berkumpul dalam satu sekolahan,  sedangkan ada sekolahan yang menerima calon peserta didik baru dengan nilai SKHU yang rendah. Dengan sistem ini mau tidak mau untuk mempertahankan reputasi sekolah, pengajar harus lebih bekerja extra agar nilai akhir siswa tetap bagus karena bagi sekolah yang tadinya di stampel sekolah favorit tentu mendapatkan input peserta didik baru yang memiliki SKHU yang bagus pengajar diibaratkan tinggal poles saja berbeda dengan sekolah bukan favorit dimana pengajar harus berjuang agar siswa didiknya mendapatkan SKHU yang bagus.
Kalau menurut saya pemberlakuan zonasi berimbas dengan kewajiban pemerintah mendirikan sekolah negeri lebih merata dan kewajiban bagi pengajar untuk lebih meningkatkan kualitas dalam kegiatan belajar-mengajar, apa lagi pengajar sudah mendapatkan sertifikasi jadi harus mempertanggungjawabkan sertifikasinya dengan kualitas mengajar.
Semoga dengan sistem zonasi maka kualitas pengajar dan peserta didik menjadi merata dan meningkat.

Selasa, 10 Juli 2018

Kepala Ikan teri

Lebih baik menjadi menjadi kepala ikan walau ikan teri dari pada menjadi ekor meskipun ekor ikan paus, ya itulah sebuah prinsip yang harusnya dipegang saat ini.
Prinsip kepala ikan teri sangat berhubungan dengan dunia usaha yaitu lebih baik menjadi pemilik usaha sendiri meskipun merupakan usaha kecil dari pada menjadi orang gajian atau karyawan walaupun bergaji besar.
Memiliki usaha sendiri tentunya memiliki kebebasan bagi pemiliknya untuk berkreasi untuk memajukan usahanya tanpa harus menunggu persetujuan dari orang lain karena dia sendirilah pemilik usaha tersebut, usaha sendiri tentunya tidak hanya tentang kebebasan berkreasi tapi juga tentang keberanian untuk mengambil dan menanggung resiko sendiri.
Hal ini berbeda dengan ekor ikan paus karena kemampuan berkreasi tidak selalu mendapatkan perhatian bagi pemiliknya, meskipun kita mampu berkreasi atau berprestasi tidak selalu berbanding lurus dengan apa yang kita dapatkan, tapi adahal yang bisa dibilang aman menjadi ekor karena tidak memiliki resiko menanggung pailit paling ngga tidak perlu mikir untuk memajukan tempat kerja.