Rabu, 25 Juni 2008

Saat untuk Menyerah

Keran air di dapur bocor. Lalu diganti. Agar cukup panjang ke tengah wastafel, penjual keran menyarankan penyambungan pipa, kira-kira 5 cm. Saya nurut saja. Ternyata, jebol. Air tumpah ruah di dapur. Maka diputuskan membuang kembali sambungan pendek itu. Sulit ternyata, karena ulir penyambung dari pipa plastik itu rusak di bagian kunci pas yang kalah kuat bertemu dengan kunci pas dari besi.

Satu jam berusaha memperbaiki keran, saya putuskan menyerah. Waktu saya lebih penting buat mengerjakan hal lain. Urusan keran, serahkan ke tukang. Maka dipanggilah tukang, sambungan dibongkar paksa oleh dia (dengan dipecah-pecah), dan beres. Bayar 10 ribu, beres juga. Everybody is happy.

Jalanan macet. Antrian panjang ini menyisakan tanda tanya panjang. Sudah satu jam dalam guyuran hujan. Ada apa? Lajur sebelah kiri saya tampak lebih lancar. Maunya sih tertib, bertahan pada jalur mobil yang sekarang. Tapi?

Lalu saya putuskan pindah jalur ke kiri. Sedikit lebih cepat daripada kanan. Dan sampailah ke tempat penyebab kemacetan. Ternyata ada bagian jalan yang banjir, karena selokan yang meluap. Di bagian itu mobil tiga jalur berubah menjadi dua (mungkin satu) jalur. Kenapa sih mobil-mobil (yang lebih bagus daripada mobil saya) itu takut dengan air? Saya perhatikan banjir tidaklah terlalu dalam. Maka saya trabas saja banjir itu, dan selamat juga (memang tidak dalam, kenapa pada menghindari ya?). Mereka yang masih antri di jalur kanan tampaknya akan masih lama menderita dalam antrian karena hal konyol ini.

Kapan pindah jalur?

Dalam hidup ini kita sering menghadapi dilema untuk memilih antara gigih bertekun-tekun, atau banting setir pindah jalur kehidupan. Sesungguhnya seorang pengayuh becak yang bertekun-tekun mengayuh lebih keras dan lebih jauh, belum tentu nasibnya menjadi lebih baik. Kerja keras tidak cukup. Terkadang terus gigih juga berakhir menyesatkan. Kapan kita sebaiknya menyerah?

Ini sekedar prinsip sederhana. SEGERALAH MENYERAH bila METODE Anda GAGAL. Namun TERUSLAH GIGIH MEMEGANG TUJUAN.

Kita harus segera menyerah bila metode yang kita lakukan menunjukkan tanda-tanda kegagalan. Saat jalur macet, maka mungkin memang jalur tersebut (metode tersebut) menghadapi masalah (ada mobil mogok, lubang di jalan, banjir, pasar kaget). Jadi, jangan ragu untuk pindah jalur. Tapi kita tetap gigih memegang tujuan (yaitu kemana Anda akan pergi dengan mobil itu). Tujuan harus gigih dipertahankan, metode harus fleksibel. Terus ngotot dengan tujuan, segera menyerah dengan metode (yang gagal).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Tujuan yang jelas (kita harus gigih memperjuangkannya)
2. Jangka waktu evaluasi (Jangan cepat menyerah dalam waktu pendek, jangan juga kukuh bertahan padahal jelas-jelas gagal. Berikan waktu yang cukup. Intuisi Anda bisa membimbing untuk hal itu.)
3. Terbuka terhadap metode alternatif. Metode bukanlah tujuan, dia hanya alat, jadi jangan terlalu ngotot menggunakan satu metode. Banyak jalan ke Roma.

Pada kasus keran air, tujuannya adalah keran air yang tidak bocor. Metodenya adalah dikerjakan sendiri. Setelah satu jam dikerjakan (lama waktu evaluasi) dan muncul masalah baru (sambungan yang rusak), maka sebaiknya menyerah dengan metode yang sedang dijalankan. Ganti metode lain (panggil tukang). Pada kasus kemacetan, pulang ke rumah adalah tujuan. Memilih jalur kanan adalah metode. Ketika metode menunjukkan kegagalan (sudah satu jam dalam antrian), maka segeralah pindah metode lain (jalur kiri yang lebih lancar).

Dalam kehidupan ini kita semua memilih jalur masing-masing. Bila Anda tak puas dengan kondisi sekarang, siapkah mental Anda untuk berpindah jalur? Jangan-jangan jalur yang sekarang Anda tempuh memang macet di depan.

* Sepia.blogsome.com *


0 komentar:

Posting Komentar

dimohon isi komentar anda, Syukur ada yang mau ngasih kritik yang membangun, untuk membangun silaturahmi