Selasa, 31 Mei 2011

3 Titik Api Pertumbuhan Wisata Banyumas

Pariwisata dipahami sebagai fenomena dari perjalanan manusia untuk mendapatkan pengalaman, pengetahuan baru, kesegaran fisik dan psikis, dimana dalam prosesnya merupakan pendukung baik yang berujud atraksi, aksesbilitas, dan sarana penunjang kehidupan lainnya. Untuk itu arah pengembangan kepariwisataan Kabupaten Banyumas dalam sinergi kegiatan untuk mengupayakan kemakmuran masyarakat melalui interkasi ekonomi yang ditimbulkan dalam proses kepariwisataan tersebut menggunakan pola pembangunan titik-titik pusat pertumbuhan kepariwisataan sebagai strategi dasar pembangunan pariwisata yang berorientasi pada tumbuhnya kemakmuran wilayah secara menyeluruh.

Untuk kepentingan tersebut, strategi pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyumas secara Makro lebih mendekatkan pada cita-cita untuk menciptakan kemakmuran penduduk diseluruh wilayah dengan menggunakan pendekatan Sub Wilayah Pertumbuhan Pariwisata (SWPP) dalam 3 wilayah SWPP sebagai pemicu munculnya “api” kemakmuran yang mampu “membakar” kemakmuran secara merata diseantero Banyumas.
Ketiga SWPP dimaksud terletak pada titik-titik pusat pertumbuhan pada daerah-daerah yang memiliki potensi sebaran ekonomi dan pengaruh pertumbuhan ekonomi paling strategis untuk mewujudkan kemakmuran diwilayah sekelilingnya. Titik tersebut adalah Baturraden, Wangon dan Banyumas atau biasa diseut dengan akronim “BANGOMAS”. Apabila ditarik garis maka akan membentuk bangun segitiga. Dengan segitiga pertumbuhan tersebut diharapkan bahwa wilayah – wilayah yang berdekatan atau dilaluinya mendapatkan dampak sebaran pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat terjadinya pergerakan arus wisatawan

Desa Ketenger (Titik Api Pertama Wisata Banyumas)
Desa wisata ketenger memilki 9 air terjun atau bahasa Banyumas “curug” yang memiliki keindahan dan tantangan bagi wisatawan, tersebar didaerah yang berbukit-bukit dan memiliki berbagai fasilitas. Desa Ketenger terletak kurang lebih 12 km keutara dari Ibukota Kabupaten Banyumas yaitu Purwokerto, kesembilan air terjun tersebut adalah : Curug Gumeng, Curug Petir, Curug Kembar/Telaga Hijau, Curug Walet, Curug Tempuhan, Curug Cililing/Curug Bolong, Curug Gede, Curug Kembar dan Curug Kebayan. Untuk menuju ke air terjun-air terjun tersebut bias melalui 3 jalur yaitu jalur timur, jalur tengah, dan jalur barat.
Curug Petir
Ada cerita menarik dari curug petir konon kabarnya tempat ini banyak dikunjungi oleh masyarakat tetapi bukan untuk berwisata melainkan untuk mengadakan ritual dengan kepercayaan apabila permintaannya dikabulkan maka akan dipinjami sebuah gong Suwug, bagi yang mendapat pinjaman Gong ini maka nantinya akan sukses dalam menggelar hajat besarnya karena akan mendapat sumbangan yang banyak.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat Gong tersebut adalah milik salah seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang tinggal didaerah ketenger yaitu eyang Suradipa, setelah beliau meninggal sukmanya menitis kepada eyang Kerta Semita, setelah eyang Kerta Semita meninggal sukma eyang Suradipa kembali mencari tubuh yang layak untuk dititisinya namun sampai sekarang belum ditemukan.
Nama Curug Petir diberikan karena daerah tersebut sering dilewati oleh petir ketika hujan lebat. Bagi wisatawan yang akan menjelajah 9 air terjun maka curug petir adalah yang akan pertama kali dilewati.

CURUG KEMBAR
Setelah anda berjalan kurang lebih 500 meter dari curug petir maka anda akan sampai disebuah curug yang masih diikat oleh sungai Gumawang namanya curug Kembar atau telaga Hijau. Jalan menuju curug Kembar masih tetap jalan setapak dan berkelok-kelok, disebelah kiri atau kanan hanya ada igir menghijau yang menjadi pagar alam nan abadi.
Tempat ini mepunyai 2 (dua) nama yang sifatnya temporer. Kadang bernama curug Kembar dan kadang bernama telaga Hijau. Pada saat musim penghujan tiba, curug ini akan mengalirkan air yang terbelah menjadi 2 (dua) bagian yang sama besar yang oleh masyarakat sekitar dinamakan curug Kembar, namun pada saat musim kemarau tiba curug itu menghilang dan berubah menjadi sebuah telaga yang berwarna kehijauan sehingga dinamakan telaga Hijau.


CURUG WALET
Sebelum orang tahu bahwa sarang burung walet memiliki harga yang mahal, disekitar curug ini banyak dihuni oleh kumpulan burung walet, oleh karena itu oleh masyarakat setempat tempat ini disebut sebagai curug Walet.
Untuk saat ini disekitar curug ini hanya tertinggal 2 buah goa yang berada disisi kiri curug tanpa burung wallet seekorpun. Untuk sampai ditempat ini jalan yang dilalui cukup berkelok dengan jarak kurang lebih 500 meter dari curug Kembar atau telaga Hijau.

CURUG TEMPUHAN
Mungkin perjalanan kecurug Tempuhan adalah perjalanan yang paling mengasyikan, selain akan melewati wadas kelir kita juga dapat beristirahat disebuah batu besar yang disebut batu duduk.
Wadas kelir merupakan hamparan tebing batu dengan panjang kurang lebih 500 meter dan menyerupai sebuah layar yang sangat lebar. Setelah melewati wadas kelir kita sampai disebuah tanah lapang yang banyak terdapat batu-batu yang sangat besar, diantara batu-batu tersebut terdapat sebuah batu besar yang bagian atasnya datar dan sering digunakan untuk duduk-duduk sehingga disebut batu duduk.
Apabila mujur kita dapat menyaksikan monyet-monyet yang bergelantungan dipohon bambu, mereka terdiri dari 3 (tiga) kelompok yang berbeda, mereka memiliki cirri fisik yang berbeda antar kelompok. Mereka adalah monyet tempuhan dengan ukuran tubuh paling kecil kemudian ada monyet gunung bunder dengan ukuran tubuh sedang lalu kelompok monyet ketiga adalah monyet cregeng yang memiliki ukuran tubuh paling besar. Karena mereka berbeda kelompok merekapun sering berperang antar kelompok.
Jarak antara curug walet dengan curug tempuhan lumayan jauh sekitar 1(satu) km, curug ini memiliki ketinggian kurang lebih 80m. Dinamakan curug tempuhan yang artinya pertemuan karena curug ini merupakan pertemuan antara 2(dua) sungai yaitu sungai Gumawang dan sungai Banjaran.
CURUG CILILING / CURUG BOLONG
Setelah kita selesai menikmati alam di curug tempuhan perjalanan kita lanjutkan ke curug cililing dan curug bolong yang berjarak kurang lebih 1 km dari curug tempuhan. Perjalanan kita akan menyusuri sungai Banjaran dan sungai Ketenger.
Curug Bolong letaknya agak tersembunyi dan tertutup oleh semak belukar sehingga tidak dapat dilihat dari kejauhan berbeda dengan curug Cililing, meskipun letaknya berada di curug Bolong namun curug Cililing dapat dilihat dari kejauhan.

CURUG GEDE
Jarak dari curug Cililing ke curug Gede hanya sekitar 500m tapi mau tidak mau harus menyeberangi sungai Banjaran. Sebelum tahun 1938 curug ini memiliki debit air yang besar dan pemandangannya sangat indah disana sini masih terdapat bekas jalan yang terbuat dari semen dan gardu – gardu panadang, hal ini menunjukan kalau sejak dahulu tempat ini menjadi tempat yang diminanti untuk berwisata yang konon dari Belanda.
Sejak tahun 1938 curug ini airnya disewa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air, mulai sejak itu debit air dicurug gede mulai mengecil. Hingga sekarang PLTA tersebut masih terus beroperasi dan dikenal dengan PLTA ketenger.
CURUG KEMBAR
Nama curug ini sama dengan nama curug yang berada diantara curug petir dan curug wallet hal ini karena curug ini memang terbelah menjadi dua namun saat ini hanya satu curug yang mengalir.
Jarak antara curg Gede dengan curug Kembar hanya 500 m saja, namun bila mampu berjalan menyusuri sungai banjararan maka jaraknya hanya 200 m

CURUG KEBAYAN
Dijaman penjajahan belanda Kebayan adalah jabatan bagi mandor perkerja paksa, di perusahaan Belanda yang namanya ANIM (PLTA) para pekerja yang malas dihukum dengan cara mencelupkan kepalanya kedalam sungai yang berasal dari sebuah curug didekatnya dan oleh karena itu nama curug tersebut disebut curug Kebayan.
Jarak dari curug kembar hanya sekitar 300 m dan masih diikat oleh sungai Banjaran. Ada hal menarik di tempat ini, setiap musim baptis (Paskah dan Natal) sering diselenggarakan upacara pemnadian dengan cara mencelupkan kepalanya di curug Kebayan.

CURUG GUMENG
Jarak curug Gumeng dengan curug Kebayan sekitar 1 Km, curug ini diikat oleh sungai Gumawang. Dalam perjalanan ke curug Gumeng akan ditemui makam sesepuh desa ketenger yang masih ramai dikunjungi orang, yaitu makam bBau Kertadipa, Eyang Suradipa dan Eyang Semita.
Curug Gumeng adalah curug terakhir dalam perjalanan 9 curug.